SINOPSIS The King
Loves Episode 2
Won
dan Rin cemas melihat aksi perampokan itu. Para perampok itu jumlahnya lebih
banyk. Tapi pengawal keluarga Menteri Eun jelas lebih kuat dan lebih terlatih
daripada mereka dan dengan mudahnya menebas para perampok itu.
Won
sungguh tak percaya melihatnya. Bagaimana para pengawal itu dilatih hingga bisa
lebih kuat daripada pengawal kerajaan. Bahkan keahlian pedang mereka tanpa
cela.
Tapi
saat para perampok itu mulai kewalahan dan hampir kalah, tiba-tiba sebuah
senjata melayang tepat menghujam salah seorang pengawal yang langsung roboh
lalu beberapa pembunuh tiba-tiba turun dari puncak-puncak pohon bambu dan
kemampuan mereka jelas lebih unggul daripada para pengawal terlatih keluarga
Menteri Eun.
Won
sontak cemas dan langsung memanggil kedua pengawalnya dan menyuruh mereka untuk
membantu orang-orang itu. Tapi mereka tidak bisa melakukannya karena tugas
utama mereka adalah melindungi Won. Won tetap bertekad membantu mereka. Tapi
para pengawalnya langsung menahannya.
Si
pemimpin pembunuh itu dengan mudahnya membunuhi para pengawal. Saat seorang
pengawal menyayat lengan baju si pemimpin, tampak ada sebuah tato ular di
tangannya. Pengawal berusaha menyerangnya tapi si pemimpin dengan mudahnya
menebas pengawal sampai mati.
Si
pemimpin pembunuh membuka kereta tapi malah mendapati hanya Ibunya San yang ada
di sana. Di mana putrinya?
Ibu San terdiam ketakutan tapi kemudian dia melihat tato ular di tangan si pemimpin. Menyadari hal itu, si pemimpin langsung menghunus pedang ke arah Ibu dan membunuhnya, lalu bergegas mencari San.
Ibu San terdiam ketakutan tapi kemudian dia melihat tato ular di tangan si pemimpin. Menyadari hal itu, si pemimpin langsung menghunus pedang ke arah Ibu dan membunuhnya, lalu bergegas mencari San.
Eun
San berceloteh riang tentang tanamannya pada Bi Yeon yang malas banget
mendengar ceritanya. Tapi keriangan mereka tiba-tiba terpotong saat para
pembunuh menemukan mereka. Ada dua gadis tapi karena melihat Bi Yeon yang
memakai jaket dan hiasan kepala, si pemimpin pembunuh jadi mengira kalau Bi
Yeon adalah San.
Para
pengawal berusaha melarikan kedua gadis itu. Tapi para pembunuh berhasil
mengejar mereka dengan cepat. Pertarungan sengit pun tak terelakkan. Bi Yeon
hanya bisa menangis histeris, sementara San menyaksikan segalanya dengan benci
dan dendam yang tergambar jelas di matanya.
Won
menangis saat tak mendapati satu orang pun yang selamat. Tapi kemudian mereka
mendnegar suara rintihan Ibu San yang ternyata masih hidup tapi dalam keadaan
sekarat. Won langsung menyuruh pengawalnya untuk mencarikan tabib.
Tapi
Ibu menyadari waktunya sudah tidak banyak lagi. Ia langsung menggenggam tangan
Won dan memohon padanya untuk menyelamatkan putrinya, Eun San. Degan nafasnya
yang semakin melemah, Ibu memohon pada Won untuk menyampaikan pesannya pada
putrinya.
Para
pengawal terus bertarung dengan sengitnya. Kekuatan mereka seimbang sampai saat
si pemimpin pembunuh mengambil alih dan membunuhi para pengawal itu dengan
mudah. Walau ketakutan, San berusaha bertahan dengan mengambil sebuah pedang
dan mencoba menawarkan uang.
Si
pemimpin gelisah karena Wang Jeon belum juga datang. Saat itulah San melihat
tato ular si pemimpin pembunuh. Menyadari apa yang dilihat San, si pemimpin
langsung menebaskan pedangnya ke leher San.
Tapi
Bi Yeon bertindak cepat dengan melemparkan dirinya sebagai tameng hingga pedang
itu menyayat pipinya dan dia langsung pingsan. Si pemimpin tetap bertekad mau
membunuh San. Tapi tepat saat itu juga, Wang Jeon dan pasukannya tiba.
Para
pembunuh itu pun menjauh. Sama seperti mereka, Jeon juga mengira Bi Yeon lah
Putri Menteri Eun karena melihat Bi Yeon memakai hiasan rambut dan bajunya San.
Jeon langsung mendorong San menjauh lalu membawanya pergi dari sana.
Si
preman, Gae Won, yang tidak ikut aksi perampokan dan melihat segalanya dari
tempat persembunyiannya, mengenali Wang Jeon sebagai putra kedua Menteri
Pertahanan. Dia juga yang melihat isyarat mata antara Jeon dan si pemimpin
pembunuh dan langsung mengerti kalau Jeon dan si pembunuh saling bekerja sama.
Pura-pura
cemas, Jeon membawa Bi Yeon pergi dan mengacuhkan San yang hanya bisa menangis
tak berdaya. Dia menyerahkan Bi Yeon ke Menteri Eun dan mengklaim kalau dia
menemukan rombongan keluarga Menteri Eun diserang saat dia sedang berburu dan
pura-pura menyesal karena tak berhasil menyelamatkan Istri Menteri Eun.
Menteri
Eun sontak cemas. Tapi kemudian dia melihat gadis yang digendongnya itu bukan
San, tapi ia tak mengatakan apapun. Menteri Eun membuka kereta dan di sanalah
dia melihat San menangis sesenggukan sembari memeluk jenasah ibunya.
Won
sedih saat melihat mayat-mayat itu dibawa pulang dan keluarga mereka menangis.
Rin memberitahu Won kalau Putrinya Menteri Eun dan pelayannya selamat dan hanya
terluka. Dia akan mencari tahu lebih banyak dan berjanji akan memberitahu Won,
tapi Won langsung menyelanya.
"Bukankah
mereka bilang dia cukup sehat untuk bicara dengan kita? Kita harus menyampaikan
pesan terakhir ibunya."
Rin
menyarankannya untuk kembali saja ke istana. Tapi Won terus menyela dan usul
agar mereka memanggil prajurit dan memperingatkan para menteri. Won menyesal
karena tidak mendengarkan saran Rin tadi. Seandainya dia mendengarkan Rin,
mungkin Ibu San tidak akan mati dan putrinya tidak akan terluka dan tidak akan
ada yang mati.
"Aku
harus memberitahukan pesan terakhir ibunya."
Rin
berusaha mencegahnya dan menawarkan diri menggantikannya. Tapi Won bersikeras
mau menyampaikannya sendiri. Hanya ini yang bisa dia lakukan.
Tabib
tengah berusaha mengobati luka sayatan di pipi Bi Yeon sementara San masih
menangis di sisi jasad ibunya dan menyalahkan dirinya sendiri. Karena dialah
Ibu jadi tidak punya cukup pengawal untuk melindunginya.
Menteri
Eun benar-benar marah dengan semua ini. Pelayannya, Goo Young, melapor bahwa
menurut saksi mata, orang-orang mereka sudah mati saat Wang Jeon datang. Tapi
para perampok juga tak ada yang selamat, sepertinya Jeon sudah membunuh para
perampok itu. Ada sekitar 20 perampok.
Menteri
Eun jelas kesal mendengar para pengawalnya mati di tangan para perampok biasa.
Tapi San meralat, mereka bukan perampok biasa. Mereka sama sekali tak tergoda
saat dia menawarkan uang, mereka memang berniat membunuh semua orang.
Mendegar
Wang Jeon mengira Bi Yeon adalah San dan Bi Yeon terluka karena melindungi San,
Menteri Eun berinisiatif untuk tetap membiarkan Jeon berpikir seperti itu. Jadi
mulai sekarang, Bi Yeon akan pura-pura menjadi San yang harus menyembunyikan
wajahnya dari hadapan publik. Ia juga memerintahkan Goo Young untuk menutup
rapat mulut semua orang yang tinggal di rumah mereka.
Karena
itulah San harus meninggalkan rumah ini untuk sementara waktu. Menteri Eun
curiga kalau perampokan ini didalangi oleh seseorang. Karena itulah San harus
pergi jauh sampai mereka mengetahui siapa pelakunya dan mengapa.
"Lalu
bagaimana dengan Ibu?" Isak San.
"Mulai
sekarang, dia bukan ibumu. Panggil dia Nyonya."
"Lalu...
apa ayah juga?"
"Jangan
panggil aku ayah lagi. Dengan begitu, kau dan rumah ini bisa bertahan."
Ujar Menteri Eun lalu menarik San kedalam pelukannya.
Won
dan Rin memanjat pagar rumah Menteri Eun. Tapi Rin menginstruksikan Won untuk
tetap di sini sementara dia akan mengecek situasi di dalam. Tapi setelah Rin
pergi, Won melihat San. Dia langsung turun tapi malah terpeleset.
San
tidak kelihatan di mana-mana saat dia bangkit. Tapi kemudian San muncul dari
belakangnya dengan bersenjatakan tongkat kayu karena mengira Won adalah
komplotan perampok tadi. Won berusaha meyakinkan kalau dia punya alasan sendiri
tidak masuk melalui pintu depan, ada sesuatu yang harus dia katakan.
"Aku
membawa pesan terakhir ibumu. Nyonya rumah ini yang terbunuh, mengirimkan pesan
terakhirnya untuk putrinya." Ucapan Won itu sontak menarik perhatian San.
Dia
ada di gunung saat insiden itu terjadi dan bertemu Ibu San sebelum beliau
menghembuskan nafas terakhirnya. Dia sudah mau bilang pesan Ibu San, tapi San
langsung menyerangnya dan mendampratnya karena Won tidak melakukan apapun untuk
menolong ibunya padahal dia ada di sana.
Won
menjauhkan tangan San darinya dan mengaku kalau dia tidak berbuat apapun karena
dia takut. Tapi melihat bekas darah di lengan baju San, dia juga mengira kalau
San adalah si pelayan dan minta bertemu dengan nona-nya.
San
menggeleng, Won akhirnya berinisiatif untuk menitipkan pesan terakhir Ibu San
pada San saja agar dia yang menyampaikannya pada nona-nya nanti.
Won
menggenggam kedua tangan San lalu menyampaikan pesan terakhir Ibu San,
"Jangan menyimpan dendam pada siapapun. Jadilah dirimu yang selalu
tersenyum dan jalanilah hidupmu. Itu adalah harapan ibu. Itu saja. Apa kau bisa
mengingatnya?"
Suara
San bergetar saat mengulang pesan itu. Tapi pada akhirnya dia tak sanggup
mengucapkannya. Rin kembali saat itu. San tanya apakah dia juga bertemu Nyonya.
Apa Nyonya sangat kesakitan waktu itu.
Won
dan Rin menyangkalnya. Lega, San langsung terjatuh lemas dan menangis. Rin
sontak mengulurkan tangannya hendak meraih San, tapi dia kalah cepat dari Won
dan akhirnya hanya bisa menarik tangannya dan terdiam melihat mereka.
"Jangan
menangis. Aku sungguh menyesal. Aku pengecut dan egois." Won menepuk-nepuk
bahu San dan berusaha menenangkan tangisannya.
Kembali ke San dan Won dewasa,
Itulah
pertemuan pertama mereka saat remaja dan Won masih mengingatnya dengan baik.
San menggeram kesal, dia juga tahu siapa Won. Tapi kemudian dia memelintir
tangan Won dan mendorongnya sampai tahu.
"Aku
tahu betul orang-orang semacam kau." Kesal San.
Rin
geli melihat itu. Dia menyangkal sedang menertawakan Won walaupun dia mengakui
kalau ini lucu banget, lalu membantu Won berdiri. Won langsung menggerutu
panjang lebar. Tapi seseorang di kejauhan menarik perhatian Rin.
Mereka
lalu masuk untuk menemui Guru Lee Seung Hyoo. Won memperkenalkan dirinya
sebagai Han Cheon dan temannya ini bernama Qinglin. San langsung mengkritiki
sikap mereka yang kurang sopan santun, tapi dengan santainya mengklaim kalau
itulah yang akan dikatakan Guru Lee.
Won
hampir saja menyerang San saking kesalnya. Tapi Rin sigap menahannya dan
berusaha bicara baik-baik, mereka jauh-jauh datang kemari karena ada yang ingin
mereka ketahui. San berkata kalau Gurunya akan mengadakan ceramah setiap bulan
purnama untuk umum.
Won
kesal dengan Guru Lee yang tak bicara apapun. Dia dengar Guru Lee adalah Guru
melegenda tapi sepertinya dia tak punya telinga untuk mendengar dan mulut untuk
berbicara. San kira tamu mereka itu cuma kurang etika, tapi ternyata dia memang
kurang dewasa dan kurang sopan.
“Itu
yang dikatakan oleh Guru?” tanya Won.
“Aku
yang bilang.” Balas San.
Dengan
sopan, Rin bertanya apakah ada jalan lain (supaya bisa bertanya sekarang).
Melihat kesopanannya, San tak berani menyahut dan menunggu reaksi gurunya. Dia
pun memberitahukan kalau gurunya akan menjawab pertanyaan kalau dia berhasil
lulus ujian.
“Bagaimana
dengan gyeokgoo? Bagaimana?” tanya Guru Lee.
Guru
Lee datang ke pinggir lapangan sambil membawa kendi wine. Ia pun duduk
menyaksikan pertandingan antara San dan Won.
San
membuat peraturan, siapa yang membuat lima poin duluan lah yang akan memenangkan
pertandingan. Won sepakat, kalau ada peraturan lainnya, katakan padanya
sekarang.
Oh,
jadi dia belum pernah bermain gyeokgoo sebelumnya. Kalau begitu, San memutuskan
mengubah peraturannya. Dia hanya butuh satu poin untuk menang. Won tidak terima
dikasihani olehnya.
Rin
buru-buru menengahi mereka. Dia setuju. Biarkan Won menang kalau dia bisa
mendapatkan satu poin sebelum San mendapatkan lima poin. Won memperingatkan
San, jangan menyesal dengan keputusannya. San cuma menghembuskan nafas malas
mendengar ocehan Won.
Pertandingan
dimulai, bola dilemparkan ke atas, Won dan San memperebutkannya. San dengan
mudahnya menguasai bola itu. Won yang berusaha merebutnya pun mendorong San keluar
dari lapangan. Dia tersenyum senang.
Peluit
berbunyi, tim San mendapatkan satu poin. Won bingung, dia sudah mendorongnya
dari lapangan. San malas, menyentuh lawan adalah kecurangan makanya dia
mendapatkan satu poin.
Pertandingan
kembali berlanjut. San sengaja menyodorkan bolanya dihadapan wajah Won. Won
berusaha merebutnya tapi dengan lincah, San mampu menghindar dan terus
mempertahankan bola itu. Kalau Won mau memohon, dia akan menganggap pertandingan
ini sebagai latihan.
Harga
diri Won tak mau kalah, “Aku tidak pernah memohon pada wanita, jadi..”
Hmm.
San dengan enteng menarik bolanya dari hadapan Won kemudian memukulnya masuk ke
gawang. Satu poin untuk San. Pertandingan terus berlangsung dan San dengan
gampang mendapat dua pon tambahan. Dia sudah mendapat empat poin.
Poin
terakhir, San dan Won saling hadang. San bertanya apakah dia benar-benar ingin
memenangkan pertandingan? Tentu, Won akan memenangkan pertandingan yang tidak
adil dan lawan yang egois.
“Lihat
siapa yang bicara..” sinis San.
Won
memukul bolanya menuju gawang. San dan Won saling kejar memperebutkan bolanya.
Won kembali memukul bola itu, niatnya mau masukin ke gawang tapi malah
terlempar jauh dan mengenai kendi wine Guru Lee.
Guru
Lee gemetaran melihat arahnya tumpah semua. Semua orang pun melongo khawatir
melihatnya. Mereka mengakhiri pertandingan dan berjalan mengiring Guru Lee yang
membopong winenya.
Won
masih belum tahu pentingnya wine yang pecah. Dia bertanya apakah ada orang yang
terluka kena bola?
San
keluar dari barisan dan menemui mereka berdua. Rin bertanya padanya, apa
pentingnya wine itu?
San
menjelaskan kalau teman gurunya itu selalu mengirimkan 12 sendok wine setiap
tahunnya. Guru sengaja meletakkan wine itu ditempat yang tak bisa dijangkau
supaya tidak kebanyakan minum. Jadi dia cuma minum satu sendok dihari yang
penuh semangat seperti ini. Guru sudah menjaga winenya sangat lama.
“Oh,
jadi yang aku perlukan hanya mendapatkan wine itu?” remeh Won.
“Bagaimana
kau mendapatkannya?”
“Kau
tak perlu tahu.”
Won
berdiri dihadapan Guru Lee yang masih sedih. Dia berjanji akan memberikan 24
botol wine seperti itu. Guru tak mendengarkannya, dia menyuruh So Ah (nama
samaran San) untuk tidak ikut pertandingan gyeokgoo mendatang. Hanya itulah
caranya membuat kemarahannya menghilang.
San panik. Won kembali membujuk, dia berjanji akan mendapatkan wine untuknya.
Guru Lee mulai tertarik, dia bisa mendapatkannya sebelum sarapan?
Won
membenarkan. Jadi dia mau bertanya.. San buru-buru memotong ucapan Won, dia
berjanji akan menghidangkannya untuk Guru juga sebelum sarapan. Guru Lee semakin
senang, kalau begitu dia juga boleh ikut pertandingan gyeokgoo.
Snow
Dew Wine? Dimana mereka bisa mendapatkannya? Won kira mereka bisa
mendapatkannya di tempat pembuatan wine kerajaan. Meskipun begitu, Rin tidak
yakin mereka bisa mendapatkannya tepat waktu.
“Kalau
begitu, mereka cuma punya satu pilihan.”
Rin
melihat San keluar dari kamarnya, “Jangan-jangan..”
“Betul.”
“Bukankah
itu sangat menyedihkan?”
Won
tidak perduli dan merapalkan pepatah lama sebagai pembenaran diri. Teman-teman San mengkhawatirkannya karena dia akan mendaki gunung Ho Gae. San yakin
soalnya dia sudah pernah kesana. Mereka tahu, tapi saat itu dia pergi bersama
Guru Muda Dae Woon.
San masih santai, lagian banyak petani gingseng yang berkeliaran disana.
Pokoknya, dia memperingatkan juniornya supaya tetap berlatih Gyeokgoo. Jangan sampai
mereka kalah dalam pertandingan melawan faksi timur.
San menoleh ke arah Won. Won pura-pura membetulkan sendalnya. San berdecih
sebal, “Berandal itu..”
Won
dan Rin mengikuti San sampai ke hutan. Rin agak aneh, memang benar ini
jalannya? Masa mendapatkan wine digunung yang gelap begini. Lebih baik mereka
kembali dan pergi ke tempat pembuatan wine dengan menunggang kuda.
“Tidak
perlu.” Won bersikeras untuk mengejar San. Tapi begitu mengedarkan pandangan,
mereka malah kehilangan jejaknya.
“Mau
kemana kalian berdua?” tegur San mengagetkan mereka.
Won
masih sok dan mengatakan kalau ini bukan urusan San. Oh.. kalau begitu, San
mempersilahkan dia untuk jalan duluan. Baik, Won pun berniat memanjat jalan
bebatuan tapi tidak bisa.
Menyerah,
dia dengan angkuh bertanya apa yang diinginkan San? Bawa saja dia ketempat
wine-nya dan dia akan memberikan apa yang diinginkannya.
San berdecak, apa itu uangnya? Uang yang akan diberikan padanya, apakah itu uang
yang ia hasilkan sendiri? San bisa ikut malu kalau mendapatkan uang yang
dihasilkan oleh orangtua Won. Perbaiki sikapnya itu.
Won
tertawa garing dan membuat kontak mata dengan Rin. Rin buru-buru bertanya pada San dengan sopan, dimana tempat mendapatkan wine-nya?
San tak enak kalau tak menjawab pertanyaan Won. Dia menunjuk ke atas gunung yang
terjal, jalannya bukan dibuat untuk orang biasa. Meskipun dari Sekolah Mata
Naga, hanya satu kakak seperguruannya yang bisa mendaki.
Won
berkata kalau mereka tak bisa membiarkan wanita naik kesana sendirian. Rin
menambahkan, jika mereka masih muda dan bugar jadi dia memastikan tak akan
memperlambatnya. San tak berfikiran begitu.
Rin
membujuknya, karena dia baru sekali ini kesana sendiri, dia bisa bergantung
padanya. San menunjuk Won, dia juga? Won tersenyum manis pada San. Rin
memohon sekali lagi, dia hanya meminta satu gelas saja padanya.
San pun sepakat, “Yasudah kalau kau bilang begitu.”
Won
agak kesel dengan ucapan Rin dan menepuk dadanya sebal.
Dua
orang pria memperhatikan mereka bertiga. Bukankah mereka harusnya menghentikan
mereka? Tapi mereka pasti tak akan dengar. Sebagai murid dari bodyguard Putera
Mahkota, mereka berdua memutuskan untuk membuntuti ketiganya.
Pria
bercadar hitam yang sebelumnya membunuh Ibu San juga ada disana. Ia pun
sepertinya mengikuti mereka.
Mereka
sampai ke puncak dan ada jembatan rapuh yang menghadang. Tanpa pikir panjang, San berniat menyeberanginya. Rin melarang, dia mencoba berpijak pada jembatan
itu dan kayunya langsung patah. Apa tak ada jalan lain?
Ada.
kalau mereka turun melewati jalan tadi, ada jalan besar yang menuju rumah
mereka masing-masing. San tak punya waktu, jadi dia mau langsung menyeberang.
Won menghalanginya, biar dia yang jalan duluan dan San berjalan ditengah.
San tak mendengarkan saran Won dan langsung berjalan menapaki jembatan rapuh.
Won menariknya, dengarkan kata-katanya, biar dia yang memimpin jalan. San
balik menarik Won, biar ia yang memimpin. Dia saja yang mengikutinya.
Mereka
berdua terus tarik-tarikan sampai tas yang dibawa San jatuh. San kesal, itu
cadangan makanannya. Dia tak terima. Mereka berdua langsung berkelahi lagi. Jembatan
bergoyang tak karuan. Rin mulai kesal, dia menghentakkan kakinya, berhenti!
Salah
satu tali penyangga putus. Jembatan kembali berguncang, San terdorong
kebelakang dan bersandar didada Rin. Rin dan San terdiam kikuk. Won menoleh,
dia bertanya apakah mereka melompat saja?
Melihat
Rin dan San dalam posisi begitu, Won jadi malu sendiri. Dia buru-buru menoleh
dan meneruskan perjalanan.
San buru-buru mengangkat tubuhnya. Hidungnya gatal dan dia bersin, jembatan
kembali berguncang dan tali penyangga satunya putus lagi. Panik, ketiganya
berlari secepat mungkin. Tapi sayangnya belum sampai ke ujung jembatan,
jembatan sudah putus.
Won
berhasil selamat. Dia menarik San yang bergelantungan di tali jembatan. Rin
pun membantu untuk mendorongnya. Won menarik San dengan sekuat tenaga, sampai
akhirnya dia berhasil menarik San.
San kehilangan keseimbangan, dia pun tertarik dan jatuh menindih Won. Keduanya bersitatap.
“Ya, benar. Ini adalah cerita bagaimana aku
jatuh cinta padamu lebih dari cintaku pada diriku sendiri.” – Narasi Won.
hehe kakak nya baper ke bride of water god ya.. kok jadi so ah. :-)
BalasHapusGurunya panggil dia So Ah, mungkin nama samaran, tapi daripada bingung mending aku tulis San aja kali yah. Udah aku edit. hehe
HapusSo Ah nama saran san ad koq ditulis di atas ☝
Hapuslanjut kak.. :-)
BalasHapusmakin seru aja.
Iya kok jadi so ah haha
BalasHapus