SINOPSIS Man to
Man Episode 16 Bagian 1
Sumber gambar:
jtbc
Seol
Woo memasang mikrophone yang sudah dipasang bom. Dia menyuruhnya untuk berkata
jujur. Bom yang terpasang didadanya ini dikembangkan oleh Mossad. Dengan
menekan remote-nya maka jantungnya akan meledak. Jangan mencoba kabur atau
bertindak bodoh. Jawab saja dengan jujur.
Acara
langsung sebuah talkshow pun dimulai. MC Jang membuka acara ‘Person to Person’ dan memperkenalkan
dua bintang tamunya. Seorang aktor dan pengusaha sukses di Korea.
Sementara
itu, Direktur BIN ada di gedung Songsan. Dia mendapatkan sms dari Agen Y alias
Mi Eun, ‘Dengarkan baik-baik perkataan
suamiku.’ Direktur BIN pun kelihatan gusar membaca sms itu.
MC
Jang mempersilahkan dua bintang tamunya untuk saling menyapa. Seung Jae pun
menyapa Un Gwang, sudah lama tak berjumpa. Ia penggemar berat Dark Death. Un Gwang tersenyum ramah, tapi
kenapa dia mencoba membunuhnya dua kali?
MC
Jang dengan halus memperingatkan Un Gwang kalau mereka sedang menayangkan
siaran langsung. Un Gwang melanjutkan ucapannya, “Delapan tahun lalu dan dua
bulan lalu. Kecelakaan saat syutingku. Kejadian itu diperintahkan olehmu, Mo
Seung Jae, untuk membunuhku.”
PD-nim
acara tersebut kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Un Gwang.
Sebagai manager Un Gwang, Do Ha meminta PD Choi untuk mempercayainya kali ini.
Rating acaranya pasti akan meroket.
Seung
Jae coba mengelak. Tapi Un Gwang kemudian menunjukkan pulpen milik Jaksa yang sangat
ia hormati. Un Gwang menekan tombol di pulpen itu dan mereka pun mendengar
suara rekaman Si Jaksa.
Jaksa berkata kalau Seung Jae memerintahkannya untuk
menyingkirkan Un Gwang. Jadikan kecelakaan itu seakan kecelakaan lokasi
syuting.
Kontan
PD Choi kelabakan dan memerintahkan anak buahnya menayangkan iklan. Seung Jae
menoleh ke arah Seol Woo. Santai, Seol Woo menunjukkan tangannya yang memegang
remote kontrol.
PD
Choi marah pada Do Ha. Namun Do Ha meyakinkan kalau mereka bisa mengungkapkan
koneksi kotor CEO Songsan. PD Choi masih ragu, apa rekaman itu asli? Do Ha mengiyakan.
Selain itu, dia juga punya berkas rahasia milik Songsan. Ia meminta PD Choi
untuk memeriksanya sendiri.
Direktur
BIN berniat meninggalkan ruangan Seung Jae. Bertepatan saat itu, telepon
diruangan itu berdering. Direktur BIN agak ragu untuk mengangkatnya. Begitu
diangkat, Seol Woo menyuruhnya untuk melihat ke kolong meja.
Direktur
BIN mengikuti perintah Seol Woo. Dia marah melihat dikolong meja sudah
terpasang bom. Seol Woo mengatakan kalau bom itu adalah bom bunuh diri. Jika dia
sampai menutup telepon atau bergerak sedikit pun maka bom itu akan meledak.
PD
Choi sudah membaca berkasnya. Bertepatan saat itu, telepon di mejanya
berdering. Ia mengangkatnya, tapi kemudian meletakkannya tanpa mengatakan
apapun. Dia mengintruksikan pada anak buahnya agar MC meninggalkan Un Gwang dan
Seung Jae sendirian...
Mereka akan melanjutkan acara dengan menayangkan mereka
berdua saja.
Seung
Jae berkata pada Un Gwang kalau apa yang dilakukannya tak akan berguna. Dunia
tidak akan memihak padanya. Un Gwang santai menanggapi ucapan Seung Jae karena
terkadang dunia juga bisa terbalik.
“Apa
maumu?” tanya Direktur BIN pada Seol Woo.
“Sederhana
saja. Kejahatan dan hukuman. Ini waktunya balas dendam.”
Acara
kembali dimulai. Un Gwang menuntut jawaban atas pertanyaannya. Seung Jae tak
mau menjawab, candaannya sudah kelewatan. Un Gwang yakin kalau saat ini mereka
sedang melakukan siaran langsung. Apa dia tak bersedia memberikan jawaban? Apa
maksudnya Asistennya yang memberikan perintah tanpa sepengetahuannya?
“Entahlah.
Kalaupun asistenku yang memerintahkannya, aku tidak tahu apa-apa soal itu.
Rekaman itu pasti palsu. Memang se-efektif apa rekaman yang direkayasa dengan
kualitas jelek?”
Direktur
BIN meremehkan apa yang tengah dilakukan oleh Seol Woo. Pembuktian yang
dilakukannya tidak relevan. Bukti hanya bisa dianggap serius jika berada di
tangan yang berkuasa. Tindakannya tidak ada gunanya.
Seol
Woo menyuruh Direktur BIN jangan khawatir, karena mereka masih punya banyak
bukti.
Lalu
tentang Yayasan beasiswa yang baru-baru ini diwacakan. Un Gwang menunjukkan
setumpuk berkas audit kelayakan Songsan. Itu bukan sumbangan untuk masyarakat,
'kan? Dibandingkan beasiswa, dia tampak tengah membuat aliran dana ilegal.
Seung
Jae tak mau berkomentar, kalau memang ada yang salah, kejaksaan bisa mengambil
tindakan. Un Gwang bertanya, apakah dia tak merasa bertanggung jawab?
“Mungkin
ini salahku karena tidak memeriksa rincian detail yayasan tersebut tapi aku tidak
ada hubungannya dengan itu. Istriku yang mengelola yayasan.”
Sharon
menonton siaran langsung itu. Dia melepas kacamatanya dan menoleh ke arah Mi
Eun dengan iba. Sementara Mi Eun, dia seolah tak perduli dengan segalanya dan
terus menemani putranya bermain.
Direktur
BIN bertanya pada Seol Woo, sejak kapan Mi Eun berada dipihaknya?
“Song
Mi Eun tidak pernah memihak siapa pun. Dia hanyalah seorang Ibu yang berusaha
melindungi anaknya.”
Direktur
BIN mengirim sms pada anak buahnya. Dia menyuruh mereka untuk melacak
keberadaannya dan utus beberapa agen kesana.
Un
Gwang menafsirkan kalau Seung Jae sekarang melimpahkan kesalahannya pada
Istrinya. Seung Jae meminta maaf kalau memang dia salah karena tak memeriksa
dokumennya secara mendetail. Namun, tanggung jawab moral berbeda dengan
tanggung jawab secara hukum.
“Lantas
bagaimana dengan kecelakaan Jaksa Lee Dong Hyun?”
Seung
Jae pura-pura bodoh dan mengaku tak mengenalnya. Kemudian, Un Gwang pun
bertanya tentang apa yang dilakukan Asisten Seung Jae. Seung Jae jengah karena
Un Gwang terus menanyakan asistennya. Kalau bisa, dia juga ingin bertanya pada
asistennya tentang apa yang sudah ia lakukan.
Un
Gwang sungguh menyayangkan, mereka tak bisa menanyainya sekarang karena Asisten
Jang ada di kantor kejaksaan. Seung Jae masih terus berkelit, dia tak tahu apa
yang sudah dilakukan asistennya.
Di
kantor kejaksaan, Asisten Jang ada di ruang interogasi bersama Ki Chul.
“Apa
kau tahu kenapa Dark Death itu penjahat yang menakutkan? Jika menurut dia perlu
dilakukan, dia akan meledakkan bom seolah tidak terjadi apa-apa, entah tempat
dan lokasinya dimana.” Ujar Un Gwang sembari menunjuk ke dadanya.
Seung
Jae mulai cemas. Ia kembali menoleh ke arah Seol Woo dan Seol Woo menunjukkan
remote kendalinya.
Direktur
BIN menyadari kepanikan Seung Jae dan ada benda aneh didadanya. Ia bertanya
pada Seol Woo, apa yang ia pasang di dada Presedir Mo. Seol Woo menamainya
sebagai mikrofon kebenaran. Kalau sampai berbohong, maka jantungnya akan
meledak.
Seung
Jae yang panik mengatakan pada mereka semua kalau dia ada dalam ancaman saat
ini. Direktur BIN menertawakan keputusan Seol Woo. Kalau sampai Seung Jae
mengatakan pada semua orang kalau Seol Woo memasang bahan peledak padanya. Maka
dia akan menjadi martir, dan Seol Woo-lah yang akan jadi teroris.
Seung
Jae makin panik, “Warga yang berbahagia, Anda semua harus tahu yang sebenarnya.
Dalang di balik semua ini... adalah Direktur BIN.”
Seol
Woo tersenyum puas. Seorang pangeran yang tumbuh di ruang kaca tak akan mungkin
mempertaruhkan hidupnya. Seung Jae kemudian menunjukkan flashdisk yang berisi
file segala kejahatan masa lalu. Semua kejahatan masa lalu, Direktur BIN-lah
otaknya. Flashdisk itu berisi file agen ghost generasi pertama.
Giliran
Direktur BIN yang panik. Dia menyuruh Seol Woo untuk meledakkan bahan peledak
di dada Seung Jae. Ledakkan file itu maka dia akan memberikan apapun yang
diinginkan olehnya. Seol Woo bertanya, kenapa dia ingin menyakiti Seung Jae?
“Itu
demi bangsa! Jika file itu terkuak, negara ini akan porak-poranda! File itu
jangan sampai terkuak! Soal Lee Dong Hyun, aku minta maaf. Tekan tombolnya!”
Seol
Woo pun kemudian menekan tombol kendalinya. Dan bertepatan saat itu, dinding
rahasia yang ada di gedung Songsan terangkat dan memperlihatkan rekaman CCTV
Direktur BIN. Seol Woo berkata kalau dia tak membutuhkan permintaan maaf
Direktur BIN. Terima saja hukumannya sesuai UU.
Tae
Ho keluar dari ruang rahasia. Dia menunjukkan CD yang sudah merekam ucapannya
barusan. Bertepatan saat itu, beberapa petugas masuk ke ruangan itu dan menangkap
Direktur BIN. Dia ditangkap berdasarkan perintah khusus presiden.
“Misiku
menangkap pengkhianat di BIN telah selesai.” Ucap Tae Ho.
Seung
Jae meyakinkan kalau dia cuma korban. Baiklah, Un Gwang mengiyakan ucapannya.
Dia menutup acara dan meminta pemirsa agar menonton berita malam untuk
mengetahui kelanjutannya.
PD
Choi tak tahu apa yang akan terjadi nanti, tapi, bodo amatlah. Do Ha yakin
kalau ini adalah sesuatu yang normal. Mereka akan melihat seorang kriminal
dihukum.
Seung
Jae melepaskan mikrofonnya dengan gemetar dan hati-hati. Tapi Un Gwang
merebutnya dengan santai. Kerja bagus, tapi dia sudah mencari-cari alasan yang
payah. “Kau dimaafkan dari dinas militer. Tapi perbaikilah sikapmu nanti di
penjara.”
Tak
lama kemudian, polisi datang untuk menangkap Seung Jae. Un Gwang memberikan
mikrofon itu pada Seol Woo, itu benar-benar bom atau bukan. Seol Woo menekan
mikrofon itu dengan santai, apapun bisa menjadi bom untuk Seung Jae. Ah.. Un
Gwang baru tahu kalau mikrofon itu semacam bom psikologis bagi penjahat.
Ngomong-ngomong
masalah bom, lalu bom alarm di kamarnya itu.. Un Gwang gemas ingin mencekik
leher Seol Woo yang sudah menyamakannya dengan penjahat. Dia mengajaknya untuk
berkelahi, dia sabuk hitam tingkat delapan.
“Aku
tingkat sepuluh.” Jawab Seol Woo enteng. Kontan semangat Un Gwang melempem dan
mengajak Seol Woo untuk pergi darisana.
Sharon
prihatin melihat sahabatnya, apa yang akan ia lakukan sekarang. Mi Eun sibuk
membelai rambut Jae Young yang tertidur dipangkuannya. Karena dia bukan lagi
istri konglomerat, dia akan hidup biasa bersama Jae Young.
“Apa
kau baik-baik saja?”
“Lagipula,
ini memang akan terjadi.”
Seol
Woo menjenguk Dong Hyun. Istri Dong Hyun mengatakan kalau Dong Hyun sudah
siuman. Tapi mereka harus menunggu untuk mengetahui seberapa pulihnya dia.
Mungkin dia hanya frustasi karena terus berbaring.
Seol
Woo melihat jari-jari kaki Dong Hyun bergerak, “Dia pasti bangun. Jari-jari kakinya
bergerak yang berarti sumsum tulang punggungnya baik-baik saja. Jadi dia tidak
akan lumpuh.”
Dong
Hyun tersenyum mendengar ucapan Seol Woo.
Ayah
Do Ha memberitahukan kalau Dong Hyun sudah siuman. Do Ha ikutan lega
mendengarnya. Ayah mengaku menangis saat dia sadar. Lebih mengharukan daripada
saat Korea masuk semi final. Dan tentang menantu Kim, jadi sekarang dia sudah
menghentikan perburuannya?
“Tentulah.”
Ayah
bersyukur karena nama Menantu Kim bisa di bersihkan. Do Ha heran, kenapa
ayahnya begitu yakin kalau Seol Woo dijebak. Ayah merasa hal itu sudah jelas.
Do Ha mempercayainya jadi ia pun mempercayainya.
Ponsel
Do Ha berdering, Un Gwang menyuruh dia untuk datang menemuinya sekarang juga.
Un Gwang serius memperhatikan dua benda dihadapannya. Do Ha menyuruhnya untuk
buru-buru memilih. Dia sudah menunggunya selama satu jam. Dia menyarankan agar
Un Gwang memilih uangnya, dia kan suka uang.
Tetap
saja, Un Gwang ragu karena ukiran kayu itu harganya mahal. Tapi ini lagi krisis
uang. Brother kan sudah memberikan dua-duanya padanya, jadi dia ingin memilih
keduanya. Do Ha pikir barusan Un Gwang bilang tak enak kalau mengambil
keduanya.
Un
Gwang menutup koper berisi uang lima juta dolar dengan mantap. Baik, Do Ha akan
mengembalikan ukiran kayunya kalau dia ingin memilih uang. Un Gwang melarang,
bukan. Do Ha mengerti dan mengambil koper ditagan Un Gwang untuk dikembalikan.
Un
Gwang masih memegang kopernya dengan erat. Do Ha sampai harus berteriak supaya
Un Gwang mau melepaskannya.
Un
Gwang menatap tiga ukiran kayu yang ada dihadapannya. Ia tersenyum bangga, “Aku
hebat, 'kan? Maksudku, ingat waktu yang kita habiskan bersama. Kalian
tersenyum? Smile..”
Akhirnya tamat juga.. Chicago typewriter donk ^-^
BalasHapus