SINOPSIS
Suspicious Partner Episode 5
Sumber gambar: SBS
Bong
Hee mengejar Ji Wook untuk memberikan teh yang bagus untuk insomnia. Ji Wook
mengernyit, bagaimana ia tahu kalau ia insomnia? Jelas Bong Hee tahu, dia kan
sudah bekerja dibawah bimbingannya selama dua bulan. Tapi jangan khawatir, dia
tak akan menyelidiki atau membongkar masalah pribadinya kok.
Bong
Hee merasa banyak melakukan kesalahan. Ia menyangkanya sebagai orang cabul dan
menyebabkan dia dipecat. Ia meminta maaf untuk segalanya. Tapi ia juga merasa
berterimakasih. Baginya, Ji Wook adalah hero. Dia tak akan menggantinya dengan
Iron Man.
“Benarkah?”
“Benar.
Dan...” Bong Hee menghentikan ucapannya dan membatin kalau ia menyukai Ji Wook.
“Dan?”
Dan
Bong Hee bertemu dengan pelakunya. Tapi dia tidak perlu khawatir. Mulai
sekarang ia tidak akan mengganggunya ataupun mencelakainya. Ia akan
mengatasinya sendiri. Ia sudah kehilangan pekerjaan karenanya.
Tetap
saja, tak perduli kehilangan pekerjaan atau tidak, seharusnya Bong Hee
memberitahu Ji Wook kalau dia bertemu dengan pelaku sebenarnya. Bong Hee
sesungguhnya tidak terlalu yakin. Mereka bertemu melalui lagu.
“Lagu?”
Ya.
Bong Hee ingat malam itu ia berpapasan dengan orang yang misterius dan ia
menyiulkan sebuah lagu. Ia mendengar suara siulan yang sama saat di pengadilan.
Bong Hee menirukan siulan yang ia dengar.. tapi suara siulan Bong Hee
kedengaran aneh.
Ji
Wook sampai menggeleng bingung, lagu macam apa ini? Apa ini musik dari dunia
lain? Tapi sedikit unik, coba ulangi lagi. Bong Hee kembali mengulangi siulan
fals-nya. Hahaha.
Ji
Wook tengah bersantai membaca buku ditemani alunan musik klasik dan secangkir
kopi. Ia kembali ingat pembicaraannya dengan Bong Hee. Ia meminta Bong Hee
menjelaskan bagaimana ciri-ciri dari pembunuh itu.
Tapi
Bong Hee tidak mau menceritakannya, dia tidak mau menerima bantuan lagi. Ji
Wook sudah banyak mengalami masalah karenanya, ia akan menyelesaikan masalahnya
sendiri. Ji Wook menggerutu sebal mengingatnya, “Aku tak mengkhawatirkanmu. Aku
cuma penasaran. Ya ampun, kau sungguh tidak tahu apa-apa.”
Bong
Hee dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Namun tiba-tiba saja ia mendengar
suara siulan yang familier. Ketika ia menolah, seorang pria berpakaian serba
hitam mengendarai sepeda menuju ke arahnya.
Kontan
Bong Hee lari sekencang mungkin ke apartemennya. Ia gemetaran saat mengetikkan
password pintunya, sampai pria itu berhasil mengejarnya.
Tapi
itu cuma mimpi Bong Hee semata. Ia terbangun dari tidurnya dengan nafas tidak
beraturan. Bertepatan saat itu pula, terdengar suara seseorang memencet bel
rumahnya. Bong Hee kelihatan ragu untuk membuka pintu.
Ia
sedikit terkejut melihat Jaksa Jang datang ke rumahnya. Jaksa Jang membayangkan
putranya terkapar di lantai rumah Bong Hee dengan luka tusukan di perutnya.
Bong Hee masih bisa makan, tidur, dan bernafas di tempat dimana putranya
dibunuh. Dia masih bisa hidup dengan baik. Beraninya dia masih hidup?
Bong
Hee membungkuk, “Saya juga hancur dengan apa yang terjadi pada putra anda. Tapi
saya benar-benar tidak melakukannya. Saya tahu anda tidak mempercayai saya,
tapi bukan artinya saya harus mengakui kesalahan yang tidak saya perbuat.”
Tetap
saja, Jaksa Jang tidak menemukan bukti yang mengatakan kalau ia bukan pelaku
pembunuhan putranya. Bong Hee sebaliknya, mengatakan jika tidak ada bukti yang
menunjukkan jika ia pembunuhnya. Jaksa Jang tetap kekeuh, ada, andai saja Jaksa
No tidak mengacaukan segalanya di persidangan. Dia sudah pasti akan mendekam di
penjara.
Bong
Hee tetap teguh pada ucapannya kalau bukti yang ditemukan adalah rekayasa.
Tanpa mengurangi rasa hormat, menurut praduga tak bersalah, dirinya sekarang
adalah orang yang tidak bersalah. Kalau memang beliau menganggapnya bersalah,
maka pengadilan yang seharusnya membuktikan. Ia tidak punya kewajiban untuk
membuktikannya sekarang.
Ia
berjanji akan menemukan pelaku yang sebenarnya, demi Jaksa No dan Ibunya. Jaksa
Jang tampak murka, dia akan menggunakan segala cara untuk menangkapnya. Ia akan
menghukumnya. Selama dirinya dan Bong Hee masih hidup, ia akan memastikan Bong
Hee sengsara.
Bong
Hee meneteskan air mata mendengarkan Jaksa Jang.
Ji
Wook pergi ke krematorium untuk mengunjungi almarhum ayahnya. Ia menceritakan
pengunduran dirinya sebagai jaksa. Sebelum ia menyelesaikan kasusnya sebagai
jaksa, ia sudah keluar. Ji Wook teringat akan kenangan masa kecilnya, ia
berjanji ingin menjadi seperti ayahnya saat ia dewasa.
Mata
Ji Wook meremang, “Aku minta maaf.. aku tidak bisa sepertimu. Aku minta maaf
karena tidak bisa menepati janji.”
Ji
Wook masuk ke ruang kerja barunya. Eun Hyuk menyambutnya dengan gembira sembari
jejogetan gaje. Ji Wook cuma menatapnya aneh dan menyuruhnya pergi. Sedetik
kemudian, dia mengubah pikirannya dan meminta pendapat Eun Hyuk. Ia baru saja mengatakan
pada seseorang kalau ia punya nasib buruk dengan orang itu.
“Kau
melakukannya? Pada siapa?”
“Dengarkan
saja.”
“Baiklah,
aku mendengarkannya. Tidak masalah, asal bukan aku.”
Tidak.
Bagi Ji Wook, Eun Hyuk itu yang paling buruk. Jadi begini, dia mengatakan kalau
ia punya nasib buruk dengan seseorang dan menyuruhnya tidak muncul lagi
dihadapannya. Tapi dia butuh menanyakan sesuatu pada orang itu. Kalau ia
menghubunginya lebih dulu..
“Itu
menyedihkan.” Komentar Eun Hyuk “Kau akan dianggap enteng. Tapi bagus juga sih
kalau melakukannya padaku. Aku lebih tersentuh dan bersemangat saat seseorang
mengatakan tidak mau bertemu lagi, seperti perasaanku saat kau menghubungiku. Semakin
kecil harapan, semakin membuat terkejut.”
Ji
Wook kembali mengusirnya, hanya karena ia bersikap biasa-biasa saja bukan berarti
membuatnya delusional dan berfikiran begitu. Eun Hyuk kelihatan kecewa, tapi..
ini adalah kantornya juga. Meja kerjanya ada dihadapan Ji Wook, kemana dia
harus pergi?
Bong
Hee dikucilkan oleh teman-temannya. Ia pun harus makan sendirian, ia tidak
begitu memperdulikannya. Ia memilih menghabiskan waktunya untuk mendengarkan
lagu, dan menemukan lagu yang disiulkan oleh pembunuh.
Ia
yang berhasrat menangkap pelaku sampai memasang spanduk supaya pelaku menemuinya.
Lebih baik berhadapan langsung dengannya. Ia kemudian pergi ke tempat pelaku
membuang pisau yang ia gunakan untuk membunuh. Kemana ia pergi setelah membuang
senjatanya?
Ketika
ia sangat berkosentrasi, tiba-tiba saja Bong Hee mendengar suara langkah kaki
seseorang menuju ke arahnya. Kontan Bong Hee ngeri, tidak mungkin pelakunya
kembali kesana. Dia gemetaran sampai akhirnya sadar kalau orang yang
menghampirinya adalah Ji Wook. Dia membuatnya kaget, kenapa tidak mengatakan
siapa dirinya?
“Kau
tidak tanya.”
“Bagaimana
kau tidak menunjukkan dirimu di tempat rindang begini?”
“Memangnya
aku harus teriak-teriak saat tidak ada yang tanya padaku?”
Bong
Hee masih terus memegang dadanya yang jantungan. Ia bertanya kenapa Ji Wook
datang kesana? Ia menatapnya penuh harap, jangan-jangan dia mengkhawatirkannya.
Sontak Ji Wook menyangkal dugaan itu. Bong Hee mengerti, dia tidak mungkin
mengkhawatirkannya. Ia berniat berdiri namun ia kehilangan keseimbangan sampai
mau jatuh.
Sigap,
Ji Wook menahan tangan Bong Hee. Keduanya bertatapan dengan tangan saling
berpegangan. Suasanan begitu romantis.. sampai akhirnya Ji Wook buru-buru
mengibaskan tangan Bong Hee dan pergi darisana. Bong Hee tersenyum dan berjalan
dibelakang mengikutinya.
Dia
menuntut Ji Wook mengatakan alasannya datang kesana. Ji Wook mengaku kalau
harga dirinya terluka karena belum bisa memecahkan kasusnya. Ah, Bong Hee
mengerti. Dia akan membantu Ji Wook mengembalikan harga dirinya dengan
menemukan melodi lagu itu.
Lupakan
itu, perintah Ji Wook. Dia akan memberikan rekaman CCTV dan Bong Hee bisa
menemukan wajahnya. Tapi Bong Hee tidak tahu wajahnya, dia cuma bertemu melalui
lagu. Pelaku lewat di pengadilan menggunakan sepeda dan ia hanya mendengar
melodinya saja. Ji Wook langsung kesal, jangan membahas masalah melodi lagi!
“Kenapa
kau marah?”
Baiklah,
Ji Wook tak memperdulikan masalah itu. Tapi sepeda apa yang dipakai pelakunya?
Bong Hee mengedip bingung, sepeda semuanya mirip dan punya dua roda. Ji Wook
meremas kepalanya dengan frustasi, dia mengira Bong Hee tahu sesuatu dan
membuatnya sangat penasaran. Ia bahkan mengorbankan wajahnya dan datang kesana.
Oleh
karena itu, Bong Hee akan menyelesaikannya sendiri. Ji Wook semakin tidak habis
pikir, bagaimana dia akan menyelesaikannya? Dengan cara apa! Dengan datang
kesini jam segini?
“Kau
membuatku berfikir kalau kau mengkhawatirkanku.”
“Kau
benar.” Aku Ji Wook.
“Jadi
kau tidak marah lagi? Kau bilang padaku untuk pergi dan kita punya nasib buruk.
Aku pikir aku tidak akan bertemu denganmu lagi.”
Ji
Wook membenarkan. Sebagai seorang yang menjadi mentor Bong Hee selama dua
bulan, ia memang menaruh kekhawatiran. Tapi pada akhirnya, ia tidak merasa
khawatir lagi padanya. Jadi jangan buat masalah lagi dan hidup dengan bahagia.
Ji Wook pun berjalan pergi meninggalkannya.
Bong
Hee berteriak, “Aku akan menemukan bukti dan menemukan pelakunya. Aku akan
menemuimu setelah itu, tidak apa-apa kan? Aku akan menjadi sukses dan membalas
kebaikanmu.”
“Dan
mengubah takdir buruk kita menjadi takdir baik.” Gumam Bong Hee.
Hari
berganti hari, Bong Hee menjalani hidupnya dengan belajar lebih keras dan lebih
mencintai dirinya. Ia tak begitu mendengarkan ocehan orang lain, ia fokus
menemukan bukti pelaku pembunuhan itu.
Sering
kali, dia selalu mencari kesempatan untuk bisa mencuri pandang pada Ji Wook di
jalan. Meskipun keduanya tidak saling berkomunikasi, Bong Hee cukup puas dengan
hal itu. Ia tampak tersenyum sepanjang hari sedangkan Ji Wook terlihat selalu
murung.
Musim
terus berganti dan waktu terus berputar.
Seorang
petugas melepaskan spanduk milik Bong Hee. Seorang pria menggunkan earphone
(earphone pelaku) membantu petugas melepaskannya. Petugas bertanya apakah pria
itu saksi kejadiannya? Pria itu tidak menjawab, ia kemudian mengetik nomor Bong
Hee dan menyimpannya.
Ji
Wook sedang mengurusi klien yang terjerat kasus kekerasan. Korban menolak untuk
menyelesaikannya dengan jalur kekeluargaan, tapi tidak seharusnya mereka
mengancamnya. Ia menyarankan supaya klien itu meminta maaf.
Ibu
klien menolak, lagipula putranya hanya memukulnya dua kali. Jangan
dibesar-besarkan seperti dia melakukan tindakan kriminal brutal. Putranya bilang,
dia memang pantas mendapatkannya. Sebelumnya dia sudah menawarkan uang, tapi
mereka bilang tidak cukup. Ia merasa mereka cuma ingin memerasnya. Pokoknya,
masa depan putranya ada ditangannya.
Ji
Wook mengatakan kalau saat klien berulang tahun, dia tidak akan mendapat
undang-undang perlindungan dibawah umur lagi. Ia sudah berpengalaman dan sering
menemui anak brengs..
Ji Wook buru-buru memotong ucapannya sendiri, dia melihat
riwayat kriminal dari anak itu. sebelumnya dia bahkan hampir mmprkosa seorang
gadis. Kalau terus melindunginya begitu, dia akan terus melakukan hal buruk.
Ji
Wook kesal sendiri, “Hei, semuanya akan baik-baik saja karena Ibumu akan
menyelesaikan segalanya. Nyonya, anda harus memastikan anda hidup lebih lama
karena kau harus menyelesaikan masalah yang dibuat putra anda. Ya tuhan! Uang
mengambil alih segalanya. Sungguh dunia luar biasa yang kita tinggali!”
Sadar
sudah kelepasan omong, dia buru-buru menenangkan diri dengan canggung dan
mengajak kliennya membahas masalah mereka lagi.
Tuan
Byun memarahi Ji Wook karena masih belum sadar kalau dirinya bukan lagi jaksa
melainkan pengacara. Motto hidupnya adalah ‘jangan pernah menyesal’. Tapi
sekarang agaknya ia menyesal membawa Ji Wook ke kantornya. Ji Wook cuma bisa
tertunduk murung.
Namun
begitu dia pergi ke kantor kejaksaan, wajah murungnya seketika berubah ceria.
Ia menatap papan nama disana tertulis Jaksa No Ji Wook. Tapi nama itu kini
berubah menjadi Jaksa Woo Myung Sik. Ia kembali sedih.
Ia
membuka pintu ruangan itu. Ia berbisik memanggil Tuan Bang dan mengisyaratkan
supaya mereka bisa makan bersama. Namun Tuan Bang menolak, dia lagi sibuk. Ji
Wook terus membujuknya tapi Tuan Bang tetap tak terpengaruh.
Tapi
ujungnya, mereka berdua makan bersama. Tuan Bang menyindir Ji Wook yang
sepertinya tidak punya pekerjaan. Dia mendengar dua hari lalu, dia melakukan
makan malam.
Flashback
Dalam
kondisi mabuk, Ji Wook membicarakan film ‘The
Devil's Advocate’ yang menceritakan seorang pengacara menjual jiwanya pada
iblis. Mereka bisa lihat, pengacara mau menjual dirinya pada iblis demi
kekayaan dan ketenaran.
Ia anggap film itu bisa menunjukkan sikap asli
pengacara dengan tepat. Ia sungguh membenci pengacara. Bahkan iblis saja bisa
dibela. Semua dari mereka, termasuk dirinya, adalah pengacara.
Kontan
Eun Hyuk meletakkan sikunya ke meja, setengah menggebrak, dia tertawa garing
menghentikan ucapan Ji Wook dihadapan semua rekan pengacara yang menatapnya
benci. Eun Hyuk dan Tuan Byun coba mencairkan suasana dan mengalihkan topik.
Flashback end
Tuan
Bang meminta Ji Wook menceritakan kisah lainnya lagi. Dia sudah terlalu sering untuk
menjelekkan pengacara dan sekarang menjadi kebiasaannya. Chameleons, lizards,
and octopus. Hewan saja bisa mengubah warna supaya bisa membaur dengan
lingkungannya, paling tidak dia bisa meniru mereka.
Ji
Wook merajuk, “Aku tidak bisa melakukannya. Aku suka menghukum kriminal, aku
benci membela orang macam itu. Aku benar-benar membencinya.”
Eun
Hyuk bergabung bersama keduanya, ia meminta Tuan Bang tidak usah khawatir.
Bagaimanapun, Ji Wook tidak akan berubah meskipun dipukul berkali-kali. Sikap
konsistennya itu menjadi daya tariknya.
Ji
Wook menyingkirkan tangan Eun Hyuk dari pundaknya, dia memang sangat konsisten
dan masih konsisten membenci Eun Hyuk. Dia bangkit dari sana dengan wajah lesu.
Tuan Bang kelihatan mengkhawatirkan dia.
Ji
Wook berselisih arah dengan Bong Hee tapi keduanya tidak saling menyadari satu
sama lain. Bong Hee malah berpapasan dengan musuk bebuyutannya, Ji Hye. Ia tak
pernah berpapasan dengan orang yang ia rindukan tapi harus terus berpapasan
dengan musuhnya.
Ji
Hye perbandingannya tidak benar, dia bahkan tak sering datang kesana karena
tidak punya pekerjaan. Selain itu, ia merasa penampilan Bong Hee sangat buruk.
Bong Hee mengakui kalau selera fashionnya tidak bagus karena pakaiannya murah,
tapi tubuh dan jiwanya berkelas. Itu bisa menutupi segalanya.
Makasih ya sinopsis y, d tunggu epiode selanjut y....
BalasHapus