SINOPSIS Bride of
Water God Episode 1 Bagian 2
Sumber gambar: tvN
Soo
Ri berlari menghampiri Habaek dengan tergesa-gesa. Dia tak tahu kenapa mereka
bisa jatuh di tempat yang berbeda. Dia heran melihat baju yang digunakan
Habaek, kenapa dia berpenampilan seperti itu?
Habaek
melotot melihat bajunya digunakan Soo Ri. Mereka berdua pun langsung bertukar
pakaian. Mereka berdua bertanya-tanya kenapa gerbang dewa berubah, meskipun
tempatnya sudah tak sama, tapi tanah gerbangnya tidak akan pernah berpindah.
Habaek
meraba sakunya, dia terkejut karena peta koordinat yang diberikan Tuan Petinggi
tak ada disakunya. Soo Ri ikut panik dan menyarankan agar Habaek menggunakan
kekuatannya untuk menemukan koordinat itu.
Habaek
memejamkan mata, tapi ada yang aneh. Dia tak bisa menemukan koordinatnya,
rasanya malah seperti ada yang merembes dari tubuhnya.
Dia
coba menggunakan kekuatannya untuk memindahkan daun, tapi daunnya sama sekali
tak bergeser satu sentipun. Aish, ia menyarankan supaya mereka kembali ke
Negeri Air. Soo Ri menolak saran itu, dewa hanya bisa kembali setelah
menyelesaikan tugasnya.
Sebelumnya
kan Soo Ri sudah bilang supaya mempelajarinya dulu. Untuk sekarang, mereka
harus menemukan budak dewa lebih dulu. Mereka harus meminta bantuannya di saat
seperti ini.
Habaek
meraba sakunya lagi, tapi tanda dewa yang diberikan Tuan Petinggi juga
menghilang. Soo Ri makin frustasi, lebih baik mereka mencari baju ganti dulu.
Habaek dengan polos mengatakan kalau dia baik-baik saja.
“Aku
tidak baik-baik saja.” Ujar Soo Ri. Dia akan pergi mencari baju. Dia meminta
Habaek untuk tetap berada disana. Jangan bersikap angkuh dan memerintah orang
sesuka hatinya.
“Aku
mengerti.”
Ha
Baek duduk termenung, masih belum bisa percaya kalau kekuatannya menghilang. Ia
memejamkan matanya memperhatikan kran air mancur yang mati. Dalam batinnya ia
terus berkata “Aku adalah Habaek.”
Tak
jauh darisana, Soo Ah tengah menelepon seseorang. Dia menceritakan kalau
seseorang sudah mencuri cincinnya. Dia kesal soalnya orang diseberang telepon
tak mempercayai omongannya.
HaBaek
terus berkosentrasi memusatkan pikirannya. Dan akhirnya air mancur menyala dan
air menyembur dengan kuatnya. Soo Ah sampai kaget sendiri. Sedangkan Habaek
langsung menyibak rambutnya dengan percaya diri, “Sudah aku katakan kalau aku
adalah Habaek.”
Tak
lama berselang, datanglah petugas taman yang mengabarkan pada temannya kalau
air mancurnya sudah menyala dengan baik. Mereka bisa mematikannya lagi dan
mencoba menyalakan kembali. Hahaha.
Saat
air mati, Habaek bisa melihat Soo Ah yang berdiri diseberang air mancur. Ia
mengenalinya sebagai wanita pemilik mantel. Ia memanggilnya, “Wanita, kau sudah
salah paham. Aku hanya meminjamnya sebentar saja.”
“Maaf?
Kau berbicara denganku?”
Habaek
memintanya mengatakan nama dan alamat rumah, ia akan meminta Nam Soo Ri
membayarnya. Dalam batin, Soo Ah mengira kalau pria dihadapannya ini sudah
gila. Penampilan memang tak mencerminkan penyakit mental. Ia meminta pria
dihadapannya itu untuk pulang, keluarganya pasti mengkhawatirkannya. Soo Ah berniat
pergi.
Dia
berani menentangnya? Hardik Habaek. Dia menyuruhnya mengatakan alamat bukannya
malah pergi. Coba-coba, Soo Ah mengatakan kalau dia membutuhkan uang. Habaek
mengedipkan matanya kebingungan, uang? Apa itu?
Pfft..
Soo Ah menahan tawanya, “Bukan apa-apa. Silakan segera pulang. Selamat tinggal.”
Soo
Ah berjalan pergi namun Habaek menahan tangannya, dia menuntutnya supaya
mengatakan alamatnya. Soo Ah enggan, ia mengancam akan melaporkannya kalau
tangannya tidak dilepaskan.
Sang
Yoo datang kesana dan melihat kejadian itu. Ia buru-buru melerai tangan mereka.
Habaek sungguh kesal, “Berani-beraninya kau menentangku, lalu lakukan ini? Aku
adalah dewa air, calon raja Negeri Air dan calon kaisar Alam para Dewa! Aku
adalah Habaek.”
Sang
Yoo dan Soo Ah bengong. Soo Ah berdecak tak percaya, dia memang punya delusi
keagungan. Sebelum pergi, Sang Yoo memberikan kartu namanya dan menyuruhnya mampir
ke klinik.
Sang
Yoo yakin kalau Soo Ah memang ditakdirkan menjadi psikiater. Dia terus bertemu
dengan orang-orang gangguan jiwa. Dia yakin kalau Soo Ah akan sering bertemu
dengan orang semacam itu, jadi jangan pergi. Tetap saja korea lebih baik..
Soo
Ah tak mau mendengarkan ocehan Sang Yoo, dia mau ke kantor polisi untuk
melaporkan hilangnya cincin berlian miliknya. Sang Yoo masih tak percaya, apa
dia mabuk?
Tak
lama berselang, Soo Ah sudah keluar dari kantor polisi dengan kesal. Tak ada
yang mempercayai omongannya. Jelas lah polisi tidak percaya, bolehlah dia
mengatakan sudah mengubur cincin berlian selama bertahun-tahun, tapi mana ada
bintang yang bolak-balik tiga kali. Lalu perampok jatuh dari bintang itu tapi
dompetnya tidak diambil?
“Aku
serius!” ketus Soo Ah.
Soo
Ri kembali dengan terburu-buru, dia sudah bertanya pada orang-orang dan
menemukan tempat menginap yang dekat dengan air untuk malam ini. Habaek tak
membutuhkannya lagi, kekuatannya sudah kembali.
Ia
memejamkan matanya kemudian mengepalkan tangan. Tapi begitu ia membuka kepalan
tangan itu, bukannya mendapatkan apa yang ia inginkan, digenggamannya malah
hanya ada dua buah batu.
Mereka
tak punya pilihan selain tidur di tenda tepi sungai. Hahaha.. bukan tenda
biasa, tapi tendanya lucu banget. Habaek menunjukkan kartu nama yang ia
dapatkan dari Sang Yoo. Soo Ri menerimanya kemudian membacanya, baginda tidak
tahu caranya membaca bahasa manusia kan?
Kontan
Habaek merebut kertasnya dengan kesal. Soo Ri mempersilahkan Habaek untuk
beristirahat, dia akan berjaga sepanjang malam. Mereka akan mencari
koordinatnya lagi kalau hari sudah siang.
Soo
Ah pulang ke rumahnya dengan lemas. Banyak bungkus mie instan yang berceceran
di dapurnya. Ia menyeduh kopi kemudian tiduran dengan lelahnya. Ia mengingat
begitu banyaknya tagihan yang harus ia bayar. Ia harusnya tidak pusing
memikirkannya kalau menjual cincin berliannya.
Dia
kembali teringat dengan pria yang ditemuinya di taman. Dia bahkan tak tahu apa
artinya uang, “Ya, hidupnya pasti tentram sekali. Itu yang kau butuhkan dalam
hidup.”
oOo
Esok
harinya di sebuah perusahaan, seorang pria tengah menerawang jauh ke luar
jendela ruang kerjanya. Ia kemudian bertemu dengan para pekerjanya yang
memberikan laporan. Salah satu dari mereka mengatakan kalau sebuah bank ingin
menurunkan bunga pada beberapa pinjamannya. Mereka ingin bertemu dengan pria
itu, Hoo Ye.
“Apa
aku diharuskan untuk pergi?”
“Sepertinya,
akan lebih baik jika Anda menemui mereka.”
Sang
Yoo sibuk mengepel klinik, disaat bersamaan, di televisi berita mengabarkan
kalau semalam ilmuwan berhasil mendeteksi gelombang kedua gaya gravitasi. Bisa
jadi ada gelombang kekuatan gravitasi ketiga atau keempat akan terjadi. Rangkaian
kesatuan ruang waktu di Seoul mungkin telah bergeser tanpa mereka sadari.
Sang
Yoo cuma mengernyit heran kemudian mematikan TV-nya. Tak berselang lama, Soo Ah
datang ke klinik. Sang Yoo memberitahukan berita yang ia dengar tadi, mungkin
itu ada hubungannya dengan hilangnya cincin berlian Soo Ah. Soo Ah tak begitu
perduli dan menganggap ucapannya tak berarti.
Soo
Ah masuk ke ruang kerjanya, ia terdiam saat melihat jaket biru yang sudah
dipersiapkan Sang Yoo. Sang Yoo masuk dan mengatakan kalau ia membelinya di
pasar Dongdaemun pagi ini.
“Kau
seharusnya tidur saja.”
“Mantel
dokter sangatlah penting bagi dokter.”
Ngomong-ngomong, kapan dia akan pergi ke bank?
Dia tidak akan menghindarinya kan?
Soo
Ah tahu. Apa ada jadwal untuknya pagi ini? Tidak ada, Sang Yoo
mempersilahkannya untuk pergi kemanapun sampai sore nanti.
Soo
Ah yang tak punya jadwal akhirnya pergi ke bank juga. Petugas bank mengatakan
kalau Soo Ah sudah terlampau sering menunda pembayaran bunga pinjaman. Penghasilannya
bulan lalu juga sangat rendah.
“Tolong
lihat ini sekali lagi. Aku selalu membayar pajakku dengan benar. Aku hanya
mengalami kesulitan untuk sementara waktu. Banyak sekali orang-orang yang
datang ke rumah sakit jiwa belakangan ini.”
Kalau
begitu, Petugas bank akan mengganti bunga pinjamannya menjadi 7% setelah dia
melunasi pinjaman pertamanya. Soo Ah mau komplain, masa dari 4% menjadi 7%..
menyadari ucapannya tak berguna, ia pun mengiyakan saja ucapan si pelayan.
Soo
Ah menunggu dokumen permohonan perpanjangan pinjamannya, tapi petugas itu
mengurusnya sangat lama. Sampai-sampai Soo Ah bosan, dia beralasan kalau pasien
sudah menunggunya tapi Petugas itu masih terus bolak-balik memfotokopi
berkasnya.
Hoo
Ye datang kesana tepat saat itu. Petugas Bank melihat kedatangannya dan ia
bergegas meninggalkan pekerjaannya untuk menemui Hoo Ye. Mereka pun pergi ke
ruang meeting. Soo Ah melotot kesal, ia mengikuti mereka dan tanpa sengaja
mendengar pembicaraan mereka.
Petugas
Bank tersebut menawarkan bunga 1% kalau Hoo Ye mau meminjam dari bank mereka.
Jelas saja Soo Ah tak terima, dia pun menerobos masuk ke ruang meeting dan
mendamprat Petugas Bank itu.
“Apa?
Satu persen? Dari pagi aku terus-terusan di suruh menunggu. Aku hanya meminta
untuk memperpanjang jangka waktu pinjamanku. Apa sesulit itu? Kenapa kau jalan
kesana-kemari membawa informasi pribadiku?”
Petugas
Bank kelabakan membujuk Soo Ah untuk keluar ruang meeting. Soo Ah menolak
apalagi dia sudah didiskriminasi begini. Dia harus membayar bunga 7%, bukankah
keterlaluan saat ada yang mendapatkan bunga pinjaman 1%? Itu sangat jauh.
Karena
keributan ini, Hoo Ye permisi pergi. Mereka bisa melanjutkan pembicaraannya
nanti dengan tim keuangannya. Petugas Bank menuntut Soo Ah untuk meminta maaf
pada Presdir. Dia marah karena Soo Ah sudah menerobos masuk.
Hoo
Ye berbalik mengatakan ketidaksetujuannya untuk memberitahukan tingkat bunga
yang didapatkannya pada orang lain. Jadi dia menyuruh Petugas Bank yang harus
meminta maaf. Dan ia akan membantu Soo Ah mengajukan permohonan pinjamannya.
“Kenapa
juga kau melakukannya?” ketus Soo Ah.
“Itu
hanya karena kebaikan dari hatiku. Lalu, berhenti melecehkan karyawan mengenai
tingkat bunga dan bekerja lebih keras untuk menghasilkan lebih banyak uang.”
Diluar
bank, Sang Yoo sedang mempromosikan kliniknya dengan meletakkan kartu namanya
di setiap mobil. Seorang sopir berjalan menuju mobilnya, dia berdecih kesal
karena mobilnya kejatuhan kotoran burung. Ia pun menggunakan kartu nama Sang
Yoo untuk mengelap kotoran burung itu.
Sang
Yoo melihat kejadiannya dan mencak-mencak tak terima. Disaat yang sama, Hoo
Yee, Sekretaris Min dan Soo Ah datang kesana. Soo Ah membujuknya supaya melepaskan
masalah ini. Sang Yoo masih marah-marah karena harga dirinya seperti
dilecehkan, harusnya kalau mengelap kaca mobil menggunakan wiper.
Saking
geregetannya, Sang Yoo malah sampai merusak wiper mobil. Ia pun ketakutan
sambil meminta maaf sedangkan Soo Ah cuma bisa menghela nafas panjang.
Sekretaris Min memotret kartu nama Sang Yoo, dia akan menghubunginya setelah
mendapatkan penawaran.
Soo
Ri menemui Habaek setelah berkeliling mencari koordinat. Dia masih belum
menemukannya, kemungkinan terjatuh dijalanan. Mereka pun tak punya harapan
lagi. Ngomong-ngomong, kenapa Baginda pergi dari rumah mereka?
Rumah?
Habaek pikir semalam Soo Ri berkata akan berjaga-jaga tapi dia malah tidur
dengan lelapnya. Soo Ri memohon maaf, dia hanya pemula jadi akan merasa lapar
seperti manusia. Dewa seperti baginda tidak akan mengerti.
Yah,
Habaek meminta maaf, ini semua salahnya karena kehilangan kekuatan. Ia bahkan
tak bisa mengurus hamba setianya. Ia bahkan tak tahu bagaimana saat ia menjadi
Raja nantinya. Soo Ri ketakutan mendengar ucapan Habaek, ia bersujud memohon
maaf, ia tidak bermaksud berkata demikian.
“Kau
benar-benar berharap aku berkata seperti itu padamu?” tanya Habaek.
“Tidak.”
Habaek
menunjuk ponsel yang digunakan orang-orang disana, benda apa itu. Soo Ri tidak
mengetahuinya, itu bukan makanan tapi apa? Habaek cuma bisa menghela nafas,
mereka lebih baik menemukan keturunan budaknya.
Ia
akan memberikan kesempatan budaknya menjalankan sebuah misi. Sebagai dewa, ini
adalah kemurahan hati dan tugasnya.
Sang
Yoo masih merengek bingung karena barusaja merusak wiper. Soo Ah berkata kenapa
juga dia harus membuat onar? Lagian kenapa juga harus mobilnya yang dirusak?
Soo Ah ingat sesuatu dan coba menghubungi seseorang.
Sang
Yoo mengira kalau Soo Ah menelepon Sekretaris Min, dia menyuruhnya meminta
diskon. Soo Ah tidak meneleponnya, tapi teleponnya tidak diangkat, ia pun
bergegas untuk pergi ke gangwon-do.
Soo
Ri dan Habaek numpang mobil bak terbuka. Sopirnya mengatakan kalau mereka harus
berjalan lurus untuk ke desa Desa Chungbong. Kalau sudah, langsung belok kiri. Lalu
lurus lagi, kalau sudah mentok, belok kanan.
Keduanya
cuma bengong mendengarkan penjelasan si supir. Setelah si supir pergi, Habaek
bertanya apa yang barusan pria itu katakan. Soo Ri berkata kalau tempatnya
sudah dekat, tenang saja, dia sudah pernah kesana beberapa kali.
Soo
Ah pergi ke tempat makelar yang menjual tanahnya. Tapi makelar itu menanggapi
ucapannya dengan malas-malasan, tanahnya memang tidak laku-laku. Soo Ah kesal
karena dari dulu dia sudah memintanya membuat iklan, katakan saja kalau dia
akan menurunkan harganya dan tulis “Dijual cepat”.
“Baik,
kau ingin menjualnya setengah harga?”
Soo
Ah melotot, “Setengah..”
Soo
Ri dan Habaek sampai ke gerbang dewa, tapi gerbangnya sudah lusuh dan runtuh tak
terawat. Soo Ri tak tahu yakin kalau keturunan budah Habaek mengenalinya karena
mungkin mereka tak mengetahuinya. Mereka harus menemukan puncaknya supaya dia
bisa tahu.
Jangan
khawatir, Habaek punya cara lain. Dia akan menggunakan pesonanya untuk memikat
budak itu. Kalau wanita itu tak terpikat, dia akan menggunakan usaha
terakhirnya. Soo Ri kaget dan melarangnya.
Mereka
bisa membangun puncaknya saat kembali ke dunia (dewa) dan membuat budak itu
melupakan segalanya. Tapi kalau dia menggunakan metode itu, ingatannya tidak
akan menghilang. Akan terlalu sulit bagi manusia untuk menangani itu. Lagipula
dia tak yakin caranya akan berhasil setelah Habaek kehilangan kekuatannya.
“Jika
aku tidak punya kekuatan, aku bukan dewa? Lalu, mengapa tidak kau saja yang
bertindak sebagai tuanku?”
Soo
Ri ketakutan dan lagi-lagi memohon ampunan. Saat itu pula, seseorang menegur
mereka dan orang itu tak lain adalah Soo Ah. Ia mengira mereka berdua adalah
calon pembeli tanahnya.
“Kau
pemilik lahan ini?”
“Ya
benar.”
Habaek
menghampirinya dan menyentuh wajahnya dengan lembut, “Aku sudah sekian lama
mencarimu, budakku. Sangat menyenangkan bertemu denganmu seperti ini. Kau harus
merasa tersentuh karena aku merasa senang bertemu denganmu.”
Soo
Ah menampol tangan Habaek, apa yang ia katakan? Ia pun buru-buru pergi meninggalkannya.
Soo
Ah masuk dalam mobil dan teringat ucapan Sang Yoo yang mengatakan kalau dia
ditakdirkan menjadi psikiater. Ia merasa kalau dirinya harus segera menghubungi
Yeom Mi dan mengajaknya bertemu.
Saat
Soo Ah mengegas mobilnya, dia tak sadar Soo Ri berdiri didepan mobil
menghadangnya. Soo Ri terjatuh. Soo Ah buru-buru keluar dan membantunya
berdiri, apa dia baik-baik saja? Soo Ri mengaku baik-baik saja.
“Dia
tak baik-baik saja.” Sela Habaek.
Kontan
Soo Ri duduk di tanah lagi, “Aku tidak baik-baik saja.”
Soo
Ah akhirnya membawa kedua pria itu naik mobilnya. Sementara dia menyetir,
Habaek memperhatikan segala sesuatu tentang cara Soo Ah menyetir dan mobil itu.
Soo Ah berniat mau mengantarkan Nam Soo Ri ke rumah sakit, tapi Habaek malah
menyatakan kalau dia akan mengikuti Soo Ah kemanapun dia pergi.
Soo
Ah kesal mendengarnya, mana Habaek bicara padanya dengan banmal lagi. Habaek
malah menyuruhnya untuk segera sadar agar segalanya jadi lebih mudah. Soo Ah
jelas heran, sama sekali tidak mengerti maksud Habaek.
Soo
Ah bertanya-tanya apakah Habaek langganan di rumah sakit tertentu. Jika tidak,
maka datang saja ke kliniknya. Dia memperkenalkan dirinya adalah seorang
dokter. Dia hendak bilang kalau temannya Habaek ini... tapi Habaek langsung
mengoreksi, Soo Ri adalah hambanya dan bukan temannya.
Soo
Ah benar-benar berusaha menahan kesal mendengarnya. Soo Ah heran dengan jalan
yang mereka lewati. Perasaan tadi dia tidak lewat sini.
Lebih anehnya lagi, si Nona
GPS terus menerus menyuruhnya belok ke kanan, ke kiri, lurus, putar arah
berulang kali yang jelas-jelas aneh. Tapi Soo Ah masih saja mematuhi perintah
si Nona GPS... hingga akhirnya, mereka benar-benar berakhir di tengah hutan.
Dan
bahkan setelah mereka berhenti, si Nona GPS masih terus mengoceh sampai Soo Ah
kesal dan langsung membentaknya dan membuat Nam Soo Ri terbangun karena
teriakannya. Lelah, Soo Ah akhirnya menyandarkan kepalanya di setir.
Habaek
menawarkan diri untuk menggantikannya menyetir. Soo Ah menanggapinya malas, apa
Habaek punya SIM. Habaek tidak mengerti SIM itu apaan. Soo Ah kontan mendengus
sinis dan menolak tawaran Habaek. Dokter tidak boleh membiarkan pasien mereka
mengendarai mobil.
Soo
Ah lalu jalan lagi. Tapi belum jauh, mobilnya tiba-tiba berhenti sendiri karena
kehabisan bensin. Parahnya lagi, tidak ada sinyal di ponselnya dan kedua pria
itu tak punya ponsel.
Apa
boleh buat, lebih baik mereka jalan saja, siapa tahu nanti bertemu seseorang
lalu membeli gas. Tapi Habaek menyuruhnya istirahat saja, Soo Ah kan capek,
biar Nam Soo Ri saja yang pergi.
Tapi
Soo Ah mengingatkan kalau Nam Soo Ri terluka. Nam Soo Ri pun langsung berakting
kesakitan... sampai saat Habaek bilang dia tidak terluka dan seketika itu pula
Nam Soo Ri sembuh. hahaha.
Habaek
bahkan langsung menyeret Soo Ah kembali kedalam mobil. Tapi kemudian Soo Ah
memanggil Nam Soo Ri kembali untuk memberinya uang untuk membeli bensin dan
juga sebuah tong. Terpaksalah Nam Soo Ri harus pergi dengan kepala tertunduk
lesu.
Sementara
Habaek berdiri di luar, Soo Ah beristirahat di dalam mobil sambil merenungkan
kesialannya hari ini. Saat Habaek menoleh ke Soo Ah, dia mendapati Soo Ah
tertidur. Soo Ah terbangun beberapa saat kemudian dan melihat Habek masih belum
beranjak dari tempatnya berdiri.
Kasihan,
Soo Ah memanggilnya dengan 'Hei, kau' dan menyuruh Habaek untuk menunggu di
dalam mobil saja. Tapi Habaek protes tak terima dengan panggilan itu dan
lagi-lagi memperkenalkan namanya adalah Habaek - dewa air, calon raja negeri air
dan calon kaisar Alam para dewa... dan juga, dia adalah tuannya Soo Ah.
Soo
Ah mendesah sambil mengomeli dirinya sendiri karena lupa terus kalau pria ini
pasien. Menuruti si pria gila itu, Soo Ah memanggilnya 'Habaek-nim' dan
bertanya "Kenapa kau pikir kalau kau adalah dewa air?"
Habaek
tanya balik, "Pertanyaan macam apa itu? Lalu bagaimana denganmu? Kenapa
kau menganggap dirimu sebagai manusia?" (Pfft)
Tak
punya jawaban, Soo Ah pun merubah pertanyaannya, dewa air itu apa. Habaek tanya
balik, apa sebenarnya yang Soo Ah inginkan darinya. "Sebagai manusian, apa
kau ingin kubeirkan pelajaran? Sepertinya kau ingin membicarakan
pirnsip-prinsip dunia."
Habaek
menjelaskan bahwa dewa air, dewa langit dan dewa bumi adalah alam. Jadi dia
adalah alam. Bingung, Soo Ah mengira kalau maksudnya Habaek adalah dia orang
yang alami.
"Aku
adalah alam."
"Kau
adalah orang yang alami?"
"Aku
adalah alam. Dan terlebih lagi, aku adalah alam yang paling alami."
Tapi
tentu saja Soo Ah tak mengerti sedikitpun. Saat mereka menunggu di mobil, Soo
Ah melirik Habaek lewat spion sambil bergumam keheranan soalnya Habaek
kelihatan normal. Sambil masih memejamkan mata, Habaek menegur Soo Ah untuk
berhenti meliriknya. Soo Ah lalu bertanya apakah Habaek punya keluarga.
"Bisa
jadi ada, bisa jadi tidak ada. Kami tidak memiliki hubungan keluarga yang sama
dengan manusia."
"Lalu
bagaimana dengan temanmu tadi."
"Sudah
kubilang dia budakku. Sama sepertimu, Nam Soo Ri adalah budakku di Alam para
dewa."
Habaek
tiba-tiba memanggil Soo Ah dengan sebutan budak, dan Soo Ah langsung refleks
menjawab. LOL. Habaek penasaran, apa Soo Ah sungguh membutuhkan uang daripada
hal lainnya. Kenapa manusia sangat membutuhkan uang.
"Uang
itu artinya kebahagiaan." Jawab Soo Ah. "Kenapa kau menanyakan
itu?"
"Sepertinya
aku bisa melakukan itu untukmu."
Soo
Ah sontak berbalik menatapnya dengan penuh harap. Tapi Habaek kemudian berkata
kalau dia tidak bisa memberikannya uang sekarang. Soo Ah sontak mengomeli
dirinya sendiri karena terpengaruh oleh Habaek terus.
Habaek
berkomentar bahwa jika yang sangat Soo Ah butuhkan adalah uang karena uang
artinya kebahagiaan, maka itu artinya yang paling Soo Ah butuhkan adalah kebahagiaan.
Tapi dia tidak tertarik dengan kebahagiaan manusia, jadi dia akan membalas Soo
Ah dengan uang.
Malas
meneruskan percakapan ini, Soo Ah menyarankan agar sebaiknya pergi membantu Nam
Soo Ri. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak tapi lama-lama mereka tak yakin
kalau ini jalan yang benar.
Habaek
mengomentari sikap Soo Ah yang tampak begitu tenang. Tentu saja, karena Soo Ah
adalah dokter dan sekarang ini dia walinya Habaek. "Kuharap budak atau
kolegamu itu menyusuri jalan yang benar."
Soo
Ah memutuskan agar mereka sebaiknya kembali ke mobil saja. Refleks dia
memanggil Habaek dengan sebutan 'Hei, kau' lagi dan menyatakan kalau dia yang
akan memimpin jalan.
Habaek
sontak kesal dan sekali lagi menegaskan. Ini peringatan terakhirnya, jadi
dengarkan baik-baik. "Aku adalah Habaek. Aku adalah dewa air, calon raja
negeri air dan calon kaisar alam para dewa. Habaek!"
Soo
Ah juga kesal dan langsung menegaskan kalau namanya adalah Yoon Soo Ah dan
bukan budak. Dia adalah walinya Habaek jadi Habaek harus memanggilya Dokter
Yoon atau Yoon Soo Ah.
Soo
Ah hendak jalan lagi saat tiba-tiba dia melihat seekor babi hutan tak jauh
darinya. Parahnya lagi, babi hutan itu melihat mereka. Soo Ah langsung
mencengkeram tangan Habaek dan mengajaknya lari dari sana. Si babi hutan pun
langsung mengejar mereka.
Mereka
lari dengan slow motion. Habaek menatap Soo Ah lalu menarik tangan Soo Ah dari
tangannya lalu menggenggam tangan Soo Ah. Mereka terus berlari dan berlari
hingga akhirnya mereka hampir sampai kembali ke mobil.
Soo
Ah bergegas mengambil kunci, tapi malah tak sengaja menjatuhkannya. dia
berusaha meraihnya tapi gagal dan babi hutan itu semakin mendekat. Tak ada
waktu, mereka kembali berlari dan syukurlah bagasi mobil mereka terbuka.
Mereka
langsung melompat masuk kedalam bagasi dan menutup pintunya. Babi hutan itu
langsung menubruk mobil itu dan membuat kedua orang didalamnya
bergoyang-goyang. Semenit kemudian, keadaan tampak tenang.
Mangira
si babi hutan sudah pergi, Soo Ah perlahan membuka bagasi untuk mengecek
keadaan. Tapi malah mendapati babi hutan itu masih ada di sana dan anehnya,
tersenyum pada Soo Ah. Soo Ah sontak menutup kembali pintunya dan si babi hutan
menubruk mobil itu berulang kali.
Soo
Ah sontak menjerit ketakutan dan refleks memeluk Habaek. Habaek tampak
tercengang dengan kedekatan mereka, tapi dia berusaha menenangkan Soo Ah dengan
memeluknya. Soo Ah benar-benar ketakutan.
Tapi
tiba-tiba saja terdengar bunyi letusan dari luar dan mobil itu berhenti
bergoyang lalu bagasi mereka dibuka oleh Nam Soo Ri. Soo Ah menenangkan diri
sementara Nam Soo Ri menjelaskan kalau tadi dia berpapasan dengan seorang pemburu
dan sekarang dia mengejar si babi hutan itu.
Karena
Soo Ah masih shock, jadilah Habaek yang menyetir. Soo Ah heran melihat Habaek
menyetir dengan ahlinya, dia kira Habaek tidak bisa menyetir. Habaek berkata
kalau ini memang pertama kalinya dia menyetir dan ternyata menyetir itu
menyenangkan juga.
Soo
Ah jelas panik dan berniat mau mengambil alih. Tapi Habaek menyuruhnya untuk
untuk istirahat saja. "Aku tengah memberikanmu berkat dan kenikmatan ilahi
yang tiada tara. Ini juga kemurahan dan kewajibanku sebagai dewa."
Kesal,
Soo Ah langsung membentak Habaek untuk menghentikan mobilnya sekarang juga.
Tapi Habaek malah santai tancap gas. Tapi pada akhirnya dia menurut dan menepi.
Soo Ah langsung keluar untuk menenangkan diri.
Kesal,
Soo Ah mengambil kunci mobilnya dari tangan Habaek. Dia berterima kasih atas
hari ini lalu pergi. Tapi Habaek memberitahu bahwa leluhurnya Soo Ah sudah
membuat janji dengan dewa bahwa dia dan keuturannya akan menjadi budak dewa.
"Tidak
masalah kau kau tidak membuat janji. Jika itu yang diingikan para dewa, sebagai
keturunan budakku, kau harus membantuku seperti yang telah dijanjikan
(leluhurnya). Bawa aku ke tempat tinggalmu."
Soo
Ah sontak mendengus sinis mendengarnya, dia akan mengantarkan Habaek ke rumah
sakit saja. Habaek berkata bahwa penolakan Soo Ah itu hanya akan membuatnya
jadi lebih sulit.
"Sekarang
saja sudah cukup sulit bagiku, jadi aku tidak peduli."
Habaek
benar. Mungkin kebahagiaanlah yang paling dia butuhkan saat ini, karena dia sudah
lelah. Jadi dia memohon pada Habaek untuk pergi. Soo Ah pun langsung berbalik.
Menyadari
Soo Ah masih belum sadar juga, Haebaek tak punya pilihan lain. Tadinya dia
tidak mau menggunaka cara yang Nam Soo Ri katakan ini, tapi dia tak punya
pilihan. Nam Soo Ri sontak panik dan berusaha memperingatkan Habaek tentang
kekuatannya.
Tapi
Habaek tak mendengarkannya dan langsung berteriak memanggil Soo Ah. Soo Ah
menoleh dan melihat Habaek berjalan ke arahnya dan berkata, "Aku akan
memberkatimu dengan berkat ilahi supaya kau sadar."
Soo
Ah cuma menatapnya bingung dan Habaek langsung mencium bibir Soo Ah dibawah
indahnya kelopak-kelopak bunga sakura yang berguguran.
Epilog:
Di
kerajaan negeri air, Nam Soo Ri bertanya heran. Kenapa Habaek menghukum si
pelukis padahal dia hanya perlu melukis mata Habaek. Habaek malah bingung,
hukuman apa.
Si
pelukis ternyata masih terdiam di tempat sambil memegangi kuas raksasanya
dengan tangan gemetaran dan bertanya-tanya kapan Habaek akan kembali soalnya
matanya belum dilukis.
Komentar:
Wah..
ternyata ceritanya beda jauh sama versi manhwanya. Mungkin karena ini diadaptasi
jadi versi modern makanya banyak yang beda. Aku coba list perbedaannya,
meskipun agak lupa-lupa ingat soalnya aku udah lama banget bacanya.
Di
manhwanya Soo Ah itu dijadiin kayak tumbal gitu karena dimasa itu mereka masih
percaya kalau mereka harus mengorbankan salah satu anak gadis untuk menikah
dengan dewa air supaya desa tetap aman dari bencana. Mungkin sebagai gantinya,
dalam drama, Soo Ah jadi budak buat Habaek.
Dan
di manhwa, Soo Ah yang ga bagaimana sosok suaminya. Dia pikir sosok dewa air
itu punya banyak tangan, penampilannya menakutkan gitu. Dia engga ketemu-ketemu
sama suaminya.. dia malah ketemu sama anak kecil.. ga tahunya, anak kecil itu
malah Habaek yang punya kutukan. Dia akan berubah menjadi sosok didewasa disaat
malam hari.
Dan
di dramanya, Habaek cuma turun ke bumi dan ga punya kekuatan.
Terus
versi manhwanya, sosok Soo Ah ini anggun dan dewasa gitu. Dia ga ceroboh dan
rela mengorbankan dirinya buat jadi tumbal. Tapi aku cukup seneng sih di versi
drama ini, Soo Ahnya jadi psikiater. Klop banget sama Habaek yang ngomongnya
dewa-dewa melulu, orang dunia nyata jelas udah ngecap dia gila.
Hoo
Ye? Lupa deh, Hoo Ye ini di manhwa itu dewa atau bukan yah? Kalo ga salah si
kalau di manhwanya dia jadi dewa (koreksi kalau salah). Dia di manhwa bantuin
Soo Ah buat tinggal di dunia setelah Soo Ah punya anak.
Dan
di versi manhwa, settingnya fokus di istana lautnya. Kalau disini lebih fokus
ke dunia manusianya karena emang Habaek yang punya misi.
Terakhir
aku baca manhwanya, Habaek ketemu Soo Ah setelah sekian lama Soo Ah ngabur
untuk melindungi anaknya. Tapi aku yakin si, di versi drama ini, mereka mungkin
ga akan punya anak dan ceritanya bakal beda jauh. Apalagi baru episode 1 aja
perbedaannya dah jauh banget.
Yang
belum baca manhwanya, coba baca deh, menarik sih.. tapi aku suka ketuker tuker
soalnya ga bisa mbedain karakternya.. karakternya mirip-mirip dan bukan tipe
shouju gitu. Art-nya bukan selera aku sebenernya, cuma ceritanya bagus kok..
rekomendasi deh.
Crta nya blm greget nuggu gong myung mncl :-)
BalasHapusKalau ntnn langsung bagus settingnya.. Gua suka gua suka hehe
BalasHapusbaca manhwanya di mana ye
BalasHapuskalo mau baca manhwanya dimana ya.?? kepo sama manhwanya. makasih
BalasHapus