SINOPSIS Radiant
Office Episode 1 Bagian 1
Sumber gambar dan konten: MBC
Sebuah
mobil tampak melaju di jalanan kota. Seorang wanita yang mengemudikan mobil itu
tampak penuh dendam saat melihat gedung Dongki Food. Dia memekik penuh amarah “Aku
akan menghancurkan kalian!”
Wanita
itu menarik tuas transmisi dan menginjak pedal gas, lantas ia pun mengarahkan
mobilnya untuk menabrak pintu masuk gedung tersebut. Seketika kaca pintu hancur
berkeping-keping. Karyawan yang ada dalam gedung terkejut dan beberapa petugas
keamanan mencoba menghentikannya.
Namun
sayangnya, wanita itu malah semakin brutal menyerang petugas keamanan
menggunakan gas pemadam api. Menyadari apa yang sudah ia lakukan, wanita itu
malah terduduk dengan wajah peduh kesedihan “Kenapa kalian melakukannya padaku?
Kenapa kalian melakukannya padaku?”
EPISODE 1
Dipagi
yang begitu cerah, Eun Ho Won sudah berdiri di depan gedung Dongki Food dengan
pakaian rapi. Ia menempelkan jimat pada dinding gedung dan memeluknya penuh
cinta, aku mencintaimu. Ho Won berjalan tegap memasuki gedung, senyumnya
tersembul saat melihat kertas bertuliskan [Dongki
Food, Wawancara Tahap Akhir Penerimaan Pegawai Kontrak di Lantai 7].
Seo
Woo Jin, seorang pewawancara dari Dongki Food tengah membaca resume Ho Woon. Dia
tampaknya tak terlalu tertarik dengan apa yang ditulis Ho Won. Bahkan ke-dua
pewawancara lain pun seolah mengabaikan Ho Woon dan terus mengajukan pertanyaan
pada dua pelamar kerja yang lainnya.
Ho
Won mulai resah karena wawancara sudah berjalan selama 10 menit tapi belum juga
ada pertanyaan yang diajukan padanya. Ia membayangkan jika kursi tempatnya
duduk bergeser tepat dihadapan Woo Jin “Dia
harusnya memanggil namaku. Biar aku bisa mendekat ke arahnya dan mekar seperti
bunga.”
Seorang
pewawancara membaca resume Ho Won, beliau memuji nilai Ho Won yang bagus. Namun
Woo Jin langsung menimpali, meskipun nilainya bagus harusnya dia sudah bekerja
dan pengalaman kerjanya lebih baik sekarang. Apakah dia hanya fokus pada nilai saja?
“Aku
melakukan pekerjaan paruh waktu.” Ho Won kurang percaya diri.
“Apa
pekerjaan paruh waktu sepenting itu?” sinis Woo Jin.
Pewawancara
lain bertanya apa yang dilakukan Ho Won setelah kelulusannya. Ho Won mengaku
jika ia mencoba mencari pekerjaan. Pewawancara kembali bertanya, sudah berapa
kali dia menerima penolakan. Ho Won berhitung dengan jari untuk mengingat
jumlahnya “Saya ditolak 99 kali.”
“Dia
orang tolol kalau ditolak 100 kali.” Celetuk Woo Jin.
Pewawancara
bertanya apakah Ho Won pernah bekerja di luar negeri. Ho Won mencoba tetap
tenang dan menjalankan tips-tips yang ia tonton supaya lulus dalam wawancara.
Ia mengembalikan kepercayaan dirinya dan berbicara dengan suara lebih lantang .
“Tidak.
Tapi melalui pekerjaan paruh waktu, saya belajar tentang kompetisi dalam
penjualan. Saya mengembangkan kemampuan kepemimpinanku.”
“Memangnya
pegawai kontrak butuh kepemimpinan? Pengalaman kerjamu tidak mengesankan. Kenapa
kami harus mempekerjakanmu? Bagaimana kau akan membuktikannya? Bagaimana kami
bisa tahu kalau kau dulu pernah belajar tentang kompetisi penjualan?” tanya Woo
Jin.
Ho
Won ingat jika dulu dia pernah bekerja di warung sushi. Pelanggan marah karena
sushi-nya tidak diberi ham. Pelanggan itu melemparkan sushi-nya ke kepala Ho
Won dan Ho Won masih bisa menahan amarahnya.
Dengan
percaya diri, Ho Won berkata jika pekerjaan paruh waktunya dia sudah belajar
kesabaran dan ketekunan. Ho Won dengan penuh semangat berjanji akan mengabdi
pada perusahaan ini. Woo Jin mengerti dan menyuruh Ho Won untuk membuktikan
kata-katanya sekarang juga.
Bagaimana
cara membuktikannya? Woo Jin menyuruh Ho Won untuk berdiri menatap tembok
selama mereka melakukan wawancara. Ho Won mencoba meyakinkan dirinya sendiri
supaya tetap bertahan bahkan sampai kakinya lemes karena terus berdiri.
Rekan
Woo Jin menyarankan agar Woo Jin menyudahi ujiannya. Woo Jin tampak acuh tak
acuh, lagipula dia tidak memaksanya. Toh dia juga memberikan kesempatan
menyerah.
Ho
Won bisa mendengar ucapan Woo Jin, dia pun semakin memantapkan hatinya supaya
tidak menyerah. Dia pasti bisa melakukannya.
Peserta
Wawancara silih berganti memasuki ruang wawancara. Seorang peserta pria
mengatakan jika dirinya akan berusaha keras dalam bekerja. Woo Jin tidak puas
mendengar ucapan pria itu, semuanya mengatakan jika dia akan bekerja keras tapi
kenapa sebelumnya mereka tidak pernah bekerja? Semuanya mengatakan kisah hidup
yang sama dan tidak orisinil. Bukankah seharusnya mereka membuktikan jika
dirinya lebih menarik dari kandidat yang lain?
Pria
itu marah mendengar ucapan Woo Jin. Dia menunjuk ke arah Ho Won yang tengah
berdiri menatap tembok, memangnya dia pikir wanita itu juga punya cerita yang
orisinil? Ho Won mencoba mengelak jika ia berdiri menghadap tembok bukan atas
inisiatifnya sendiri. Sayangnya ucapan Ho Won tak didengarkan siapapun.
Pria
tadi makin kesal pada Woo Jin. Kalau memang tidak mau memperkerjakannya, ya
sudah katakan saja. Selama wawancara, dirinya memang menjual diri pada
perusahaan. Tapi ketika ia keluar dari sini, dirinya adalah konsumen produknya.
Dia pun menendang kursi dan meninggalkan ruang wawancara dengan kesal.
Pewawancara
mempersilahkan peserta lain untuk ikut keluar, wawancara telah usai. Mereka
juga menyuruh Ho Won untuk menyudahi tantangannya menatap tembok. Mereka
memujinya yang sudah sabar, dia adalah pelamar yang jarang bisa ditemui saat
ini. Ho Won merasa tersanjung mendengar pujiannya.
“Walaupun
kami menugaskanmu untuk berurusan dengan konsumen yang galak kau pasti bisa
menanganinya.” Ucap yang lain.
“Terimakasih.”
“Terimakasih
apaan.” Ucap Woo Jin lirih.
Ho
Won sama sekali tak memperdulikan omongan Woo Jin. Dia pun berjalan
meninggalkan ruangan dengan tangan terkepal penuh kegembiraan.
Sesampainya
ditempat kerja paruh waktu, Ho Won masih terus senyum-senyum saat mengingat
pujian yang diberikan si pewawancara. Senyumannya semakin mengembang saat ia
menerima SMS dari adiknya yang meminta waktu untuk bicara dengannya. Ho Won pun
menelepon Ho Jae dan memberitahukan jika wawancaranya kali ini berjalan lancar.
Dia yakin akan lulus. Ia bahkan mendapatkan pujian.
“Ibu
pasti senang mendengarnya.”
“Bagaimana
pekerjaanmu di kapal? Ibu mana? Ibu lagi di tempat kerja?”
Ho
Jae tampak ragu, ia pun mengatakan jika Ibu baru saja pergi bekerja. Dia
bertanya balik dengan kondisi kakaknya saat ini, dia makan teratur kan? Ho Won
menyuruhnya supaya tak perlu khawatir karena dia bekerja di restoran. Dia
berjanji akan mengabari adiknya jika ia diterima kerja di perusahaan. Tapi
untuk bayar pinjaman..
“Lupakan
saja. Aku yang akan mengurusnya sampai bulan ini.” ucap Ho Jae.
Ho
Won meminta maaf, ia meyakinkan jika semuanya akan baik-baik saja kalau ia
diterima dan mendapatkan gaji. Ho Jae mengerti, ia pun pamit mengakhiri
teleponnya. Bertepatan saat itu pula, seorang perawat memanggil Ho Jae “Wali
dari Lim Kkot Bun, silakan masuk.”
Seorang
pria tengah membujuk Woo Jin untuk memasukkan seseorang dalam tim –nya. Woo Jin
sama sekali tidak tertarik, “Anak ketua, yang dulu jadi penunggang kuda dipekerjakan
sebagai direktur utama. Sekarang, kau ingin mempekerjakan teman anaknya, seorang
mantan pelaut? “
Pria
itu masih terus membujuk, kalau dia bisa maka ia akan menempatkannya di tim
lain. Woo Jin bersikeras menolak, dia bahkan menyarankan agar pria itu
membentuk tim kapal atau tim kapal pesiar untuk bisa memperkerjakannya. Woo Jin
pun pergi begitu saja tanpa mau mendengarkan ocehan pria itu.
Kesal,
pria itu mengumpati Woo Jin yang tak mau menurut padanya.
Saat
hari sudah gelap, Ho Won baru sampai ke rumahnya setelah bekerja seharian.
Saking lelahnya, dia sampai merangkak menuju ke ranjangnya. Sayangnya saat
tubuhnya baru berbaring sejenak, suara seorang wanita sudah terdengar
memanggilnya.
Teman
serumahnya menengadahkan tangan meminta uang sewa. Ho Won berniat memberikan
amplop gajinya. Tapi tepat saat itu, Ho Won menerima talepon dari seseorang. Entah
apa yang dia bicarakan tapi Ho Won buru-buru menarik kembali amplopnya. Ibunya dirumah
sakit, bisakah dia membayarnya minggu depan?
Teman
Ho Won agak kesal tapi Ho Won langsung bersikap manis padanya. Dia akan mencuci
pakaian kotor temannya sambil meyakinkan akan membayar sewa di akhir pekan, dia
akan mendapatkan gaji dari pekerjaan paruh waktunya.
Ho
Won terpaksa mencuci pakaian saat tengah malam. Ponselnya berdering menerima
telepon dari bibi. Ho Won berkata jika Ibu tidak akan senang jika dia
meneleponnya. Ia yakin beliau akan berubah saat mendengar kabar jika ia
mendapatkan pekerjaan. Ho Won pun bergegas mematikan ponselnya.
Dia
menatap ke arah gedung-gedung yang penuh dengan lampu gemerlap “Ada begitu
banyak rumah tapi tidak ada satu tempat pun yang bisa membuatku berbaring
dengan nyaman tanpa mengkhawatirkan uang sewa. Tunggu saja. Aku pasti bisa dapat
tempat tinggal lagi.”
Sedangkan
di kantor, Woo Jin membawa gardus barang sambil mendengus kesal. “memangnya dikira
menggunakan koneksi itu bisa membuat seseorang menjadi sukses? Memangnya
koneksi lebih penting daripada kemampuan?”
Keesokan
harinya, Ho Won bekerja sebagai penyambut tamu yang memaksa dia supaya terus
tersenyum sepanjang hari. Namun atasannya masih belum puas dengan pekerjaannya
dan memarahi dia habis-habisan. Ho Won dalam batin ingat jika dia akan segera
mendapatkan pekerjaan tetap. Ia tanpa sadar tersenyum dihadapan bos –nya.
Bos-nya makin kesal bukan kepalang.
Ho
Won menatap ke arah meja dan membayangkan disana ada versi mini-nya yang tengah
menari-nari. Ho Won ingin tersenyum tapi dia menahannya, ia pun meminta maaf
pada bos-nya supaya tak mendapatkan omelan yang lebih panjang lagi.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar jika berkenan. Dilarang copas ya kawan! Happy Reading ^_^