SINOPSIS Randiant
Office Episode 3 Bagian 1
Sumber gambar: MBC
Woo
Jin mengambil surat pengunduran diri milik Ho Won. Dia langsung mengomentari
keputusannya, sudah masuk ke kantor yang ia inginkan dan sekarang mau
mengundurkan diri? Ia menyarankan agar Ho Won pergi saja tanpa memberikan
suratnya, lagipula dia cuma karyawan kontrak tiga bulan.
“Bukankah
kau terlalu kasar? Memang aku karyawan kontrak, tapi tetap saja..”
Woo
Jin mencium bau alkohol dari Ho Won. Berani-beraninya dia kembali ke kantor
dalam kondisi mabuk? Memangnya apa yang dilakukan karyawan kontrak tengah malah
datang kesana?
Ho
Won protes menerima perlakuan tidak adil, memangnya kalau karyawan tetap boleh,
sedangkan karyawan kontrak tidak? Woo Jin enggan untuk berdebat, dia
menyuruhnya supaya segera keluar. Besok tidak usah berangkat, biar dia yang
menjelaskan pada atasannya. Ho Won makin kesal saja, dia suka bekerja disana.
Kalau
benar begitu, Woo Jin menyuruh Ho Won untuk bekerja lebih keras supaya tidak
lagi menjadi karyawan kontrak. Ho Won menatap Woo Jin dengan
bersungguh-sungguh, maukah kau membantuku?
“Kenapa?
Masih banyak orang yang mau bekerja disini. Kenapa aku harus membuang waktu
berharga dan usahaku untukmu yang tidak punya usaha?”
“Bagaimana
anda bisa menganggap saya tidak punya usaha? Aku juga ingin bekerja dengan
baik. Seperti anda.. aku ingin menjadi pegawai yang diakui.. aku tidak mau
meninggal seperti ini.” ujar Ho Won tak kuat menahan tangisnya.
Woo
Jin melempar surat pengunduran diri Ho Won dihadapannya, “Kau bersiap untuk
mati? Apa hidupmu adalah lelucon bagimu? Tempat ini cuma jadi tempat cuci
tangan untukmu? Tempat ini cuma seperti ramen yang kau makan saat kelaparan?
Saat terdesak, kau mempertaruhkan jiwamu, tapi saat sudah selesai, semuanya
berubah jadi kotoran. Kau putus asa saat kelaparan, jika sudah kenyang, kau
menginginkan hal lebih. Kau memohon, menjanjikan untuk bekerja dengan baik.
Tapi kau ingin mengundurkan diri setelah sehari? Beraninya kau melakukan ini setelah
mabuk semalaman? Memang benar masih ada besok, tapi besok tergantung dengan apa
yang kau lakukan hari ini. Ini bagaimana kau hidup?!”
Ho
Won membalas ceramah panjang Woo Jin dengan ucapan permintaan maaf. Dia tidak
menganggapnya sebagai kotoran, meskipun ia kenyang, ia akan menginginkan cup
ramen yang selanjutnya. Jika ia menginginkan hal lebih, maka itu adalah sebuah
kemewahan untuknya.
Ho
Won memintanya supaya tidak bicara seolah dia mengerti segalanya, orang
sepertinya tidak akan mengerti. Dia tidak tahu bagaimana dirinya hidup, dan
bagaimana perjalanannya untuk sampai disini. Dia juga ingin menunjukkan bahwa
dirinya adalah orang yang berguna. Namun sepertinya, dia tidak bisa
melakukannya.
Pikiran
Ho Won masih kacau, mengingat ucapan dokter tentang penyakit parah yang kemungkinan dideritanya. Ponselnya berdering,
Ibu meneleponnya dan menanyakan kabar tentang pekerjaan barunya. Ibu nyerocos
bahagia, dia sudah mentraktir tetangga untuk merayakannya.
Namun
Ho Won yang sedang banyak pikiran jadi kesal, “Tapi Ibu, apa kau ingat sudah
berapa lama kau tidak meneleponku? Bukankah seharusnya kau tanya apakah aku
makan dengan baik dan apakah aku sehat? Apa aku dianggap anak kalau aku punya
pekerjaan, huh? Aku tutup!”
Hyo
Ri mendengar ucapan Ho Won. Dia langsung memberikan tanggapan nyinyir, “Lihatlah,
kau bersikap seolah punya kekuasaan setelah mendapat pekerjaan.”
Ho
Won tidak tahan lagi menghadapi semua ini. sekembalinya ke kamar, dia
membanting semua buku-buku pelajarannya. Ia pun memutuskan untuk membakar
semuanya. Dia berteriak frustasi, selama ini dia mendedikasikan dirinya untuk
semua ini. Bertepatan saat Ho Won berteriak, petir menyambar dengan kencang dan
hujan turun sangat lebat.
Kontan
api yang membakar buku Ho Won padam. Seketika, amarah yang sempat membucah
dalam diri Ho Won pun mereda bersamaan dengan datangnya guyuran hujan. Ia
seolah sadar akan sesuatu.
Dalam
perjalanan pulang, Woo Jin mengingat ucapan mantap Ho Won yang berkeinginan
untuk menunjukkan dirinya bisa menjadi orang yang berguna. Dia ingin
menunjukkan pada Woo Jin, jika anggapannya itu salah. Woo Jin cuma berdecih
remeh, gadis itu tak tahu dimana posisinya.
Ho
Won tak bisa tidur sampai keesokan harinya. Bahkan saat dia ingin bangkit, ia
merasakan perutnya yang terasa sangat sakit. Ia bahkan harus merangkak menuju
ranjangnya.
Meskipun
begitu, Ho Won tetap memutuskan untuk berangkat kerja. Ia mendesah lelah ketika
mengintip isi dompetnya yang cuma menyisakan satu lembar uang. Ia memandang
jendela bus dengan pikiran yang tidak karuan. Tepat saat itu juga, sebuah mobil
jenazah menyalip bus yang ditumpangi Ho Won. Kontan Ho Won ingat akan ucapan
dokter, “Kasihan, dia masih sangat muda. Apakah orang itu bisa bertahan selama
enam bulan dengan penyakit seperti ini?”
Sontak
Ho Won sedih membayangkan nasibnya. Tangisnya tak terbendung lagi, ia tidak
memperdulikan orang disampingnya yang tampak bingung melihatnya tiba-tiba
menangis.
Sesampainya
di kantor, mata tajam Ho Won mampu melihat selembar uang kertas yang tergeletak
di lantai. Dalam batinnya, ia meyakinkan jika dia membutuhkan sedikit kebahagiaan
untuk menahan kepedihannya. Ia bergegas mengambil uang itu dengan secepat
kilat.
Tidak
jauh darisana, ada seorang pria yang membawa kardus berisikan banyak barang. Ia
mencoba melewati pintu masuk tapi tidak bisa. Ho Won memungut barang-barangnya
yang jatuh kemudian menggunakan ID cardnya untuk membantu pria itu. Pria itu
tidak lain ada Kepala Heo, dia pun mengucapkan terimakasih pada Ho Won.
Saat
Woo Jin datang, ia langsung menyapa Kepala Heo yang pindah ke Tim Marketing.
Asisten Lee terkejut mengetahui jika dia akan pindah ke Tim Marketing. Tempat ini
seperti neraka, ucap Asisten Lee.
“Bagaimana
kabar direktur?” tanya Kepala Heo.
Saat
rapat, Direktur membanting laporan hasil penjualan yang anjlok. Temperamennya masih
sangat buruk, dia melempar laporan itu sambil nyerocos marah. Woo Jin
menyarankan supaya mereka menunjukkan yang terbaik dalam pertunjukannya. Kalau
tidak, mereka tidak akan memenangkan kompetisinya.
Tuan
Park langsung menyela, semua orang juga tahu kalau cuma hal itu. Kenapa dia
membuatnya jadi rumit begitu? Tuan Park menyalahkan Tim Marketing dan Woo Jin
balas menyalahkan Tim Penjualan. Namun Woo Jin menyatakan pada Direktur supaya
kali ini, mereka ingin strategi marketing yang tepat dan ter-target. Dia meminta
izin supaya tim-nya yang memimpin strategi untuk produk terbaru mereka. Dia juga akan berbicara dengan Tim Desain.
Direktur
mengiyakan, dia mengizinkannya untuk memimpin langkah-langkah mereka
selanjutnya.
Ho
Won berlatih untuk pamitan pada Tuan Park. Dia ingin mengucapkan terimakasih
karena Tuan Park sudah membiarkannya bekerja disana. Ia melihat ID-cardnya, ia
sudah berusaha 28 tahun untuk bisa memakainya tapi malah tidak bertahan lama.
Namun
di kantor, tiba-tiba datang seorang pegawai baru bernama Jae Min. Dia tampak meyakinkan
dan langsung diperebutkan oleh dua tim. Ki Taek paling sebal saat Ji Na
menggandeng tangan Jae Min kemudian mengklaim jika Jae Min ada di Tim
Marketing, Tim-nya Ji Na.
Entah
kenapa, Kang Ho langsung bersembunyi saat melihat anak baru itu. Ji Na
menggandeng Jae Min kemudian memperkenalkan mereka satu persatu. Namun Kang Ho bersembunyi
dibalik meja, tapi dia terpaksa harus muncul saat Ji Na memanggil-manggil
namanya.
Ternyata
Kang Ho malu soalnya mereka saling kenal dan Jae Min memanggilnya dengan
panggilan akrab, Hyung. Kang Ho langsung
mengibaskan ID-cardnya supaya tidak ketahuan kalau dia karyawan kontrak.
“Apa
kalian saling kenal?” tanya Asisten Lee.
“Dia
kakak kelasku saat kuliah.” Jawab Jae Min.
“Kalau
begitu, tidak perlu perkenalan. Dia cuma karyawan kontrak.” Ucap Asisten Lee
nyelekit.
Suasanan
jadi canggung. Namun Jae Min masih menyapa Kang Ho dengan sopan, mohon
bantuannya.
“Hey,
kenapa dia membantumu? Dia berada jauh dibawahmu.” ujar Asisten Lee lagi.
Trio
Karyawan Kontrak pun seketika berubah kesal menatap Asisten Lee yang begitu
memandang remeh mereka.
Woo
Jin membujuk Tim Desain untuk mengijinkan mereka menangani sebuah produk.
Lagian, bagian mereka sudah punya 6 rancangan. Kali ini, ia menginginkan satu
saja rancangan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Toh, tujuan mereka itu sama
saja, menginginkan produk mereka menjadi produk unggul. Kalau semua berjalan
baik, ini juga akan menguntungkan Tim Desain.
“Kepala
Seo, apa kau tahu segala tentang furnitur kita?”
Woo
Jin membuka dokumennya dan menunjukkan produk keluaran mereka. Ia menjelaskan
satu persatu dengan sangat mendetail. Kepala Tim Desain tidak bisa lagi
meremehkan Woo Jin.
Ho
Won menghampiri Manager Jo untuk mengatakan sesuatu. Namun Manager Jo terus
ngobrol dengan Asisten Lee. Dia juga menerima telepon yang mengharuskannya
untuk pergi. Ho Won pun menuji Asisten Lee tapi Asisten Lee sudah berniat untuk
istirahat makan. Ho Won bingung untuk menyampaikan surat pengunduran dirinya
pada siapa, ia pun memutuskan meletakkan suratnya diatas meja Manager Jo.
-oOo-
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar jika berkenan. Dilarang copas ya kawan! Happy Reading ^_^