SINOPSIS The King
Loves Episode 8
Sumber gambar: MBC
Won
mengabaikan Dan, ia sibuk memperhatikan San yang sedang menciumi wangi arak.
Dan kelihatan kecewa karena tatapan Won terus tertuju pada San. Rin menemuinya
dan menawarkan untuk mengantarnya ke tandu.
Dan
belum ingin pulang, dia membawakan sarapan. Rin tau, dia memastikan akan memuat
Won memakannya. Dan masih belum mau pulang, bagaimana dengan kondisi luka Won.
Rin memastikan kalau dia baik-baik saja.
San
menuangkan arak dan berniat meminumnya. Won merebut arak itu, beraninya dia
mencuri arak milik Putera Mahkota. Kontan San menepuk pundaknya dan meminta dia
untuk diam. Won makin mengerjadinya, beraninya dia memukul pengawal Putera
Mahkota.
San
menuntun Won untuk memberikan araknya. Won menolak, dia tanya alasan San datang
kesana. Apa dia ingin menemuinya? Bukan, San ingin bertemu dengan orang
satunya. Ia ingin bertanya sesuatu padanya.
“Oh,
Soo In (nama samaran Rin). Aku lebih tahu dari apa yang dia tahu.”
San
dengar kalau Putera Mahkota hampir tertembak panah. Won berbisik, bagaimana dia
bisa mengetahuinya? Hanya pejabat terdekat saja yang tahu akan hal itu. San
menawarkan diri untuk menangkap pelakunya.
“Apa
kau tahu siapa pelakunya? Seorang pria yang berpakaian hitam dengan topi
jerami. Aku melihatmu mengikutinya.” tanya Rin.
San
terkejut, bagaimana dia bisa tahu. Rin balas membentaknya menuntut jawaban, dia
yang bertanya duluan. Won meminta mereka untuk berhenti, bicara pelan-pelan.
Orang lain mungkin akan berpikir kalau mereka sedang bertengkar.
“Siapa
pria itu?”
Won
berbisik meminta Rin berhenti. San terbelalak dan langsung merebut arak di
tangan Won dan menenggaknya. Dia kelihatan marah bercampur sedih, “Pria itu yang
membunuh Nyonya ku tujuh tahun lalu.”
Rin
menyeret Won ke dapur. Mereka tak bisa mempercayai wanita itu. Won menegaskan
kalau wanita itu punya nama, namanya So Ah (nama samaran San). Rin berkata
kalau wanita itu bekerja di tempat Menteri Keuangan, tapi tidak ada yang
mengenalinya.
Won
membela San, dia tak lagi bekerja disana dan dia adalah murid Guru Lee. Rin
merasa hubungan San dengan Menteri Keungan itu aneh. Malam itu... Won memotong
ucapan Rin, dia yakin Guru Lee akan mengikutinya kalau dia khawatir.
Rin
mengernyit, “lantas sampai kapan kau akan menyembunyikan identitasmu?”
“Sampai
semuanya tak menyenangkan lagi.” Ujar Won lantas menyambar piring makanan.
Won
menawarkan makanan untuk San. San sedang menggamabar tato ular yang ada di
lengan pelaku pemanah Putera Mahkota. Tato itu ada di bawah pergelangan tangan sampai
lengannya. Rin yang akan mengurusnya, jadi dia menyuruh San untuk pergi. Ini
berbahaya dan dia cuma akan menyusahkan.
San
tidak mau. Dia berniat mengambil makanan dengan tangan tapi Rin buru-buru
menyodorkan sumpit padanya. Won tidak sependapat dengan Rin. Dia sudah pernah
bertarung dengan San beberapa kali. Dia tak akan menyusahkan. Won merangkul
lengan San. Dia juga lebih jago menggambar dari mereka.
San
memutar matanya malas. Dia menyodok tangan Won dengan sumpit supaya enyah. Won
pura-pura polos, “Mengapa tanganku sampai kesitu? Biarkan saja dia ikut bersama
kita untuk menangkap pria itu.”
Dalam
perjalanan, Won memperingatkan agar San mengatakan kalau gambar In Soo (Rin)
bagus saat dia menunjukkannya. San bertanya, apakah dia tahu orang-orang yang
berhubungan dengannya?
Won
berkata kalau In Soo sudah mengikatnya, tapi mereka bisa kabur dengan cepat.
Kontan San menoleh ke arah Rin dan meliriknya dari atas sampai bawah, “Caramu
bertindak itu sangat.. augh..”
Rin
kesal, “Sangat?!”
Di
pasar yang mereka lewati, seorang pedagang burung misterius ada disana.
Pedagang itu memiliki tato ular merah dilengannya.
Mereka
pergi ke tempat pengrajin anak panah. Rin menginterogasi mereka dan mengatakan
kalau mereka melakukan penyelidikan dibawah perintah Putera Mahkota. Mereka pun
membenarkan kalau memang mereka yang sudah mengukir anak panahnya. Rin
bertanya, kapan mereka mengirimnya?
Mereka
berkata kalau mereka mengirimnya tanggal 15, malam hari. Mereka mendapatkan
perintah tiba-tiba. Rin tanya apakah panahnya ada yang rusak. Tidak, mereka
mengaku akan membakar panahnya langsung kalau terjadi kerusakan.
“Berapa
panah yang kau kirimkan malam itu?”
“Kami
menghitungnya tiga kali. Itu 24 set, jadi total 120 anak panah.”
“Kami
sudah menghitung anak panah yang diterima Seja Jeoha, dan itu hanya 118 anak
panah.”
Won
bangkit dari duduknya, dia meminta mereka untuk mengatakan apa yang ada dalam
pikirannya. Kurir yang mengirim anak panah pun mengaku kejadian malam itu,
dimana mereka bertemu dengan pasutri yang akan melahirkan. Rin menebak kalau
pasangan itu, yang satunya kurus dan satunya gemuk. Mereka membenarkan.
Rin
menduga kalau pasutri yang mereka maksud adalah dua pria yang Rin tangkap. Won
memberikan perintah supaya dia dibawa ke tempat yang aman. Dan pastikan tak ada
yang menemukannya.
San
bingung, “Aku?”
Jing
Gan dan Jang Ui muncul dari persembunyian dan langsung mengamankan kurir panah.
San cuma merenges kebingungan melihat mereka muncul secara tiba-tiba.
Rin
dan Won kemudian pergi menemui anak-anak desa. Mereka membawakan mereka
makanan kemudian meminta mereka melakukan pekerjaan.
Tak lama kemudian, mereka
sudah berada dipasar untuk mencari pria berbadan gemuk bersama pria berbadan
kurus. Kemudian mereka juga mencari orang-orang yang punya tato ular di
lengannya.
Ditempat
lain, seorang anak kecil tengah bermain bola. Bola miliknya terlempar dan ia
pun mengambilnya. Bertepatan saat itu, rombongan Furatai lewat disana
menunggang kuda. Si anak itu hampir tertabrak, untungnya, ada pria bercadar
yang menyelamatkan anak itu.
Tak
disangka, pria baik yang menyelamatkan anak tadi adalah Moo Suk.
Disebuah
kuil, Bi Yeon dan pelayannya tengah memutari pagoda. Pengawal Song In
mengatakan kalau dia sudah mengelilingi pagoda sejak pagi. Ia rasa dia sedang
punya banyak keinginan. Song In terus memperhatikan Bi Yeon, ia merasa ada
kejanggalan.
San
mampi ke warung makan. Dia bertanya-tanya pada Won dan Rin, dia yakin mereka
bukan dalam masa pelatihan. Dia tadi lihat kalau mereka bisa memerintah
pengawal. Bagaimana mungkin seseorang yang masih dalam masa pelatihan bisa
melakukan itu?
Won
meyakinkan kalau mereka memang masih dalam masa pelatihan. Ah, San rasa mereka
memang berasal dari keluarga yang punya kekuasaan. Ini masalah besar. Mereka
tak punya kemampuan dan hanya menggunakan kekuasaan orangtua. Harusnya mereka
malu.
Won
membela diri kalau dia punya kemampuan. San tak perduli dengan pembelaan
dirinya dan pergi darisana. Rin pikir, apa yang diucapkan San ada benarnya
juga. Won melirik ke arah Won dengan sini. Karena ayahnya punya kekuasaan, jadi
dia menyuruh Rin yang membayar makanan mereka.
Meskipun
tak punya kemampuan, Won rasa dia lebih baik daripada Rin. Rin tak terima, itu
tidak benar. Won kira Rin tak pernah menang melawannya. Itulah mengapa dia
tidak pernah bisa memakai Pedang Soyong.
“Apa
itu Pedang Soyong?” tanya San.
“Sesuatu
yang tidak ada di dunia ini. Itu hanya nama.” Jawab Rin.
Won
menyuruh Rin untuk menang melawannya supaya bisa melihat pedang itu. Rin
menyuruh Won bicara jujur. Dia kan tak pernah menentukan start-nya saat
melakukan perlombaan. San mengajak mereka untuk berlomba. Dia pun berlari lebih
dulu, “Perlombaan dimulai.”
Rin
tak terima, dia main curang. Won masa bodoh dan langsung mengejar San. Rin pun
akhirnya harus memulai startnya paling akhir.
Mereka
kemudian pergi ke hutan. San menunjukkan jurus pedangnya dengan menggunakan
ranting pohon. Won yang iseng menusuk punggung San menggunakan ranting. San tak
terima dan balas menusukinya. Won pun mengejar San dan San bersembunyi dibalik
punggung Rin.
Saat
menyeberangi jembatan, San naik ke pembatas jembatan dan berjalan disana. Rin
melihatnya dari belakang dengan khawatir. Sementara Won ada disampingnya
menjaga dia supaya tak jatuh.
San
hampir kehilangan keseimbangan.. Rin berniat menghampirinya namun Won sudah
duluan mengulurkan tangan untuk berpegangan.
Rin
terdiam. Ia menatap matahari sore yang bersinar amat terang. Tepat saat itu,
sebuah kelopak bunga sakura jatuh di rambutnya. Ia mengambil kelopak bunga itu,
namun angin berhembus dan menerbangkannya.
Kelopak
bunga itu terbang dihadapan San kemudian jatuh ditelapak tangan Won. Won
tersenyum melihat kelopak bunga itu kemudian meniupnya.
Sesampainya
di markas, Rin menyuruh San untuk pulang. Dia akan mengabarinya kalau menemukan
pria itu. Katakan saja dimana tempat tinggalnya. San mengerti, dia pun
mengambil kain yang ada disana dan tidur diatas dipan. Rin bingung, apa yang
dia lakukan?
“Jangan
pedulikan aku. Aku akan tidur di sini, jadi jika ada sesuatu, kau bisa memberi
tahuku.”
Won
tersenyum geli. Dia menarik San dari tidurnya supaya masuk ke markas. Rin masih
diam ditempatnya. Tiba-tiba, dia merasakan sesuatu dan saat menoleh, ia melihat
ada pria bertongkat tak jauh dari sana.
Rin terus memperhatikannya. Namun
kemudian Won memanggilnya hingga ia pun masuk ke markas.
Pria
misterius itu ternyata adalah Moo Suk. Moo Suk pergi ke tempat Song In untuk
melapor kalau gadis itu ada bersama Putera Mahkota dan Rin. Saat mendapatkan
anak panah dari Bokjeonjang, gadis itu menabraknya. Song In bertanya, apa gadis
itu melihat wajahnya?
Moo
Suk tak yakin akan hal itu. Song In rasa gadis itu sudah melihat pergelangan
tangannya, karena beberapa anak mencari pria bertato ular ditangannya. Gadis
itu yang mengejar Moo Suk di tempat perburuan. Apa dia akan membiarkannya?
Moo
Suk akan menyingkirkannya. Song In memberitahu kalau nama gadis itu adalah So
Ah. Namanya tertulis di pisau miliknya. Pisau miliknya ini sangat berharga dan
mahal. Dia tak mungkin mendapatkannya sendiri, seseorang mungkin memberikannya.
Apa tadi dia mengatakan kalau gadis itu dekat dengan Putera Mahkota?
“Mereka
tampak seperti teman dekat.”
Baiklah,
Song In rasa membiarkannya tetap hidup adalah pilihan yang tepat. Ia mengajak
Moo Suk untuk pergi, ada banyak pekerjaan yang harus mereka lakukan malam ini.
Song
In dan Jeon pergi ke paviliun Raja. Jeon menemuinya dan meminta Yang Mulia Raja
menghentikan penyelidikan Putera Mahkota akan kejadian di tempat perburuan.
Raja heran dan bertanya maksud perkataan Jeon.
Jeon
memberitahukan kalau ada orang yang membunuh orang-orang yang terkait dengan
penyerangan Raja. Raja marah, kalau begitu, harusnya dia melaporkannya pada
Putera Mahkota. Jeon berlutut mengatakan kalau orang (yang membunuh) itu
bekerja untuk Putera Mahkota.
Raja
tertawa sinis mendengar omongan Jeon. Orang-orang disekitarnya sibuk bercerita
satu sama lain. Dia bertanya pada Song In, apa dia mendengarnya?
Song
In mengaku sudah melakukan penyelidikan sebelum datang kesana. Dia melihat
kalau Putera Mahkota, Putra Ketiga Kanselir, dan Orang itu sangat dekat. Raja
mengernyit, ‘orang itu’? Orang yang membunuh siapapun yang mencoba melakukan
pembunuhan padanya?
Song
In menyarankan agar mereka melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dan akan lebih
bijaksana untuk menghentikan penyelidikan Putera Mahkota. Kontan Raja marah
mendengar kabar ini. Dia pun menendang meja dihadapannya.
Kasim
Kim menguping pembicaraan mereka. Ia pun segera melapor pada Permaisuri Wonsung
dan mengatakan segala yang didengarnya. Mereka mengatakan kalau sekutu Putera
Mahkota sudah membunuh saksi dalam percobaan pembunuhan Raja. Tentu saja,
Permaisuri Wonsung pun kesal bukan kepalang.
Dan
yang lebih mengagetkan lagi, ternyata Kasim Choi, Kasim yang selalu didekat
Permaisuri Wonsung adalah sekutu Song In. Song In bertanya apa alasannya datang
ke tempat pribadinya. Kasim Choi memberitahukan kalau kondisi kesehatan
Permaisuri Wonsung semakin memburuk dan obat yang didapatkannya semakin banyak.
Song
In menyuruh Boo Young untuk memeriksanya. Boo Young tak yakin kalau Permasuri
akan membiarkannya dekat-dekat dengannya. Song In dengan enteng mengatakan
kalau dia akan menemukan caranya.
Kasim
Choi pun pergi setelah melapor. Song In tersenyum lebar. Boo Young heran, apa
yang membuatnya tersenyum begitu?
“Ada
usaha untuk menyembunyikannya.”
“Menyembunyikan
apa?”
“Wanita
itu.”
San
sudah minum berbotol-botol arak. Bagaimana bisa tubuh semungil itu bisa minum
sangat banyak. San memberitahukan kalau itu adalah alasan kenapa Guru
menyukainya. Dia menyukainya karena dia tahan minum dan tahan saat dia mabuk.
Rin merutuk sebal karena Won membiarkan San masuk dan meminum semua araknya.
Diam,
suruh San. Rin sinis, dia juga ingin diam. San pasang tampang miris, dia tak
punya tempat tinggal dan tak punya uang. Mungkin dia harus mengemis. Dia datang
berkilo-kilo kesana demi Nyonya-nya tapi tak seorang pun menuangkan minuman
untuknya. Won luluh juga, dia menuangkan arak untuk San. Minumlah semua yang
dia mau, dia tak ingin melihat cangkir San kosong.
“Tujuh
tahun yang lalu. Nyonyaku meninggal karena aku. Selama tujuh tahun, setiap
malam aku berpikir. Bagaimana aku tidak bersikeras untuk pergi ketempat lain? Bagaimana
jika pengawal kami tidak dibagi menjadi dua kelompok?” San berniat meraih botol
arak lagi.
Tapi
kali ini, Won melarangnya. San kelihatan makin sedih menyesali keputusannya,
andai saja ada yang mengingatkannya untuk tidak pergi. Mungkin, tidak akan ada
yang mati. Seketika Won diam. Dia mengingat bagaimana ia menonton kejadian dan
bersembunyi.
San
kelihatan makin sedih, ia bangkit dari tempat duduknya dan pindah mencari
tempat untuk merebahkan diri. Won membangunkannya tapi San sudah pulas. Rin
tahu kalau Won sedih dan menyesal mendengar apa yang dialami San.
Dia
coba mencairkan suasana, “Begitulah dia saat sedang mabuk. Dia tertidur begitu
saja. Dia seperti ini ketika di dalam gua. Dia meminum semuanya sendiri dan
tertidur. Dia setengah mati.”
Won
menenggak araknya, “Memang benar. Jika aku tidak menganggap mereka sebagai
tontonan yang lucu Jika aku memperingatkan mereka. Maka mereka tidak akan mati.”
Rin
menggendong San ke kamar Won. Won terus menatap San, dia yakin kalau San tidur
seperti itu selama tujuh tahun. Rin menyuruh Won untuk berhenti memikirkan hal
itu. Dia akan membereskan kamar tidurnya untuk Rin.
“Wanita
itu..” Won duduk di ranjang San dan memandang wajahnya. Tiba-tiba setetes air
mata mengalir dari wajahnya, dia menangis. Dengan penuh penyesalan, Won pun
mengusap air matanya.
Epilog:
Bi
Yeon meminta San mencari cara untuk membatalkan pernikahannya. San heran,
memangnya kenapa? Dia tak menyukai calon suaminya? Ini adalah kesempatannya
untuk menikah dengan bangsawan.
Bukan,
Bi Yeon pikir San lupa kalau dia cuma menggantikan San. Tidak mungkin kalau
wanita rendahan sepertinya menikah dengan bangsawan. San menyuruh Bi Yeon
menyerahkan semua padanya. dia akan mencari tahu segala sesuatu tentang calon
suaminya. Dari penampilan sampai perilakunya.
San
berniat menenggak araknya tapi Bi Yeon buru-buru merebutnya. San bertanya, dia
suka pria yang bagaimana? Pria yang matanya belo atau yang seperti bulan sabit?
Bi Yeon tertawa mendengar ucapan San.
San
sigap merebut gelas ditangan Bi Yeon saat ia lengah dan meminum araknya secepat
mungkin.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar jika berkenan. Dilarang copas ya kawan! Happy Reading ^_^