SINOPSIS When a Woman
Chases a Man Episode 1 Bagian 1
Disebuah
kuil, seorang pria tengah berpidato. Dia
mempersilahkan mereka maju satu persatu untuk ber-doa kemudian mengambil benang
merah. Benang merah itu akan membawa mereka menuju ke jodohnya.
Seorang
wanita bernama Zhang Ke Yun maju. Ia mengucapkan doa-nya panjang lebar.
Katanya, dia tak akan berharap terlalu tinggi tapi dia mohon agar jodohnya
mirip Tony Leung dan tingginya 187cm. Tidak perlu berotot, yang penting six
pack.
Karena
doanya panjang kali lebar, Penjaga Kuil menyuruhnya untuk melemparkan kayu.
Begitu dua kayu di lempar, keduanya sama-sama dalam posisi telungkup. Karena
tak beruntung, Penjaga Kuil menyuruh dia untuk pergi. Tapi Ke Yun tetap ngotot
untuk melemparkan kayunya lagi.
Karena
Ke Yun tak mau pergi juga, akhirnya seorang bibi menyeretnya untuk bergegas
membakar dupa.
Penjaga
Kuil memanggil nama Chun Jiao. Si Bibi buru-buru kembali dan menyeret putrinya
untuk maju. Penjaga Kuil berkelakar, “Kau Chun Jiao? Bagaimana kalau kau datang
kesini untuk menemukan Zhi Ming? Nama Zhi Ming itu banyak sekali, jadi kau
harus berdoa dengan spesifik agar tidak salah sasaran. Sebutkan tinggi
badannya, kurus atau pendek.”
Chun
Jiao merengut seketika. Asal usul nama Chun Jiao adalah karena kakeknya
penggemar acara komedi Zha Fei. Dia ingin punya cucu pria bernama Zhi Ming.
Sayangnya, si kakek malah punya cucu cewek sehingga ia menamainya Chun Jiao. (Karena di acara komedi itu, pasangannya Zhi
Ming adalah Chun Jiao)
Semua
orang hampir punya reaksi yang sama saat tahu kalau namanya Chun Jiao. Teman
SMA-nya selalu mengolok-olok dia. Pemilik restoran, teman kerja, semuanya
selalu menertawakannya.
Bibi
Jian menepuk jidat Chun Jiao yang terus melamun, dia harus segera berdoa. Chun
Jiao dengan tegas berdoa menginginkan pasangan dengan aset 50juta NT dan
penghasilan perbulannya 1juta.
Wah..
Bibi Jian bangga dengan keinginan putrinya. Chun Jiao pun terus merapalkan
semua keinginannya. Bibi Jian sampai melongo, memangnya dia tak punya seseorang
yang ingin ditemuinya?
Tidak,
jawab Chun Jiao. Bibi Jian menegurnya dan memangil dia ‘Chun Jiao’. Tapi Chun
Jiao langsung meralat, panggil dia Jiao Jiao. Bibi Jian bertanya pada Jiao
Jiao, apa dia benar-benar tak punya pasangan sejak 8 tahun terakhir?
Jiao
Jiao menggeleng. Dia tak menginginkan pacar. Dia hanya ingin bertemu dengan
client yang bisa memperluas bisnisnya. Jadi, dia menginginkan empat client
saja. Bibi Jian terperangah, mana ada yang berdoa menginginkan client disana?
“Suami
kan sama saja client jangka panjang.”
Bibi
Jian memohon agar Jiao Jiao berdoa dengan sungguh-sungguh. Bertepatan saat itu,
ponsel Jiao Jiao berdering dan memaksanya untuk bergegas kembali ke kantor.
Karena terburu-buru pergi, dia menjatuhkan kayu yang dipegangnya tanpa sengaja.
Bibi
Jian memohon pada Penjaga Kuil supaya dia bisa melemparkan kayu itu atas nama
putrinya. Namun Penjaga Kuil melarang, putrinya kan barusan sudah menjatuhkan
kayunya, jadi itulah takdirnya.
Begitu
di pungut, rupanya salah satu kayu yang terjatuh dalam posisi menengadah. Bibi
Jian sungguh bahagia dan mengambil dua benang merah. Si Penjaga Kuil heran,
bukannya seharusnya hanya untuk putrinya? Yang satu buat siapa?
Bibi
Jian menjawab dengan malu, “Yang satu buat aku.”
Salah
satu teman Jiao Jiao, Bi He, meneleponnya. Dia bisa mati kalau tidak sampai
juga ke kantor. Jiao Jiao berlarian dengan terburu-buru, laporkan bagaimana
perkembangan disana sekarang.
Bi
He memantau Ding Shu Qi yang sudah berada di ruang rapat. Dia membawa membahas project
yang sudah disiapkan tim mereka dihadapan Wakil Presdir. Jiao Jiao marah besar,
mereka kan sudah mengerjakannya sejak bulan lalu. “Lacur! Aku akan segera
kesana!”
Jiao
Jiao berteriak ditengah keramaian jalan raya. Ia bergegas naik taksi untuk bisa
segera sampai ke kantor.
“Aku benci dipanggil Chun Jiao karena aku
tidak mencari Zhi Ming. Aku tidak punya saudara sedarah di planet ini setelah
kematian Ayahku. Tapi aku punya keluarga. Aku punya Ibu Tiri dan Saudara Tiri.
Aku tak punya tujuan. Bekerja adalah segalanya dalam hidupku. Zhi Ming hanyalah
karakter imaginasi. Sedangkan, pekerjaanku adalah realitanya. Daripada berdoa pada
tuhan untuk hidup yang baik, kenapa aku tak berusaha yang terbaik dalam
profesiku?”
Jiao
Jiao berlari menuju ke lift. Sepatunya sempat terlepas. Dia berbalik untuk
memungut sepatunya dan menggunakan kaki telanjangnya untuk menghentikan pintu
lift yang hampir menutup.
Kontan,
semua orang yang ada didalam lift pun terperangah kaget.
Bi
He menemui Jiao Jiao dan menyuruhnya untuk segera masuk ke ruang rapat
menyelamatkan tim satu, tim mereka. Bukannya
senang, Anggota Tim Satu malah menyalahkan Bi He yang meninggalkan ruang rapat.
Ding Shu Qi bisa saja menuduhnya sudah membocokan ide proposal.
“Aku
kan kebelet ke toilet. Masa aku harus ngompol dicelana?” Ujar Bi He dengan gaya
flamboyannya.
Jiao
Jiao menanyakan powerpoint yang sudah mereka siapkan pada Ma Song. Ma Song
melemparkan pada Xuan Xuan, mengklaim kalau dia sudah menyerahkannya. Xuan Xuan
mengaku sudah memberikannya pada Ah Pang. Kesal, Jiao Jiao berteriak menyuruh
mereka memberikan file powerpoint-nya. Cepat!
Tim
2 yang dipimpin oleh Shu Qi menyelesaikan presentasinya dan Wakil Presdir
tampak puas akan idenya. Namun Jiao Jiao menerobos masuk ke ruang rapat dan
mengutarakan pendapatnya sendiri.
Jiao
Jiao dan Shu Qi saling berbalas ucapan dengan sengit. Wakil Presdir sampai
bingung memberikan keputusan. Ia akhirnya menyuruh mereka untuk berkompetisi
secara bersahabat. Bagaimana pun hasilnya, asal bisa membawa perusahaan ke arah
yang lebih baik lah yang menang.
Jiao
Jiao menyiapkan kopi sambil memegangi perutnya. Bi He datang, wanita yang punya
dada kecil dan kulit jelek tidak punya hak meminum kopi. Jiao Jiao kesal bukan
kepalang, bagaimana bisa Bi He mendukung adanya kompetisi bersahabat itu?
Bi
He kan hanya ingin membela Jiao Jiao sebisa mungkin, dia tak mungkin menentang
Wakil Presdir yang notabene adalah bos-nya. Bi He menyemangati Jiao Jiao. Dia
adalah pekerja yang paling ulet sekarang ini.
Jiao
Jiao meminum kopinya dengan kesal, sampai tak sadar kalau kopinya masih panas.
Bi He membantu Jiao Jiao meletakkan cangkir kopinya. Dia sedang datang bulan,
minumlah teh merah dan berhenti marah-marah.
Mana
bisa tidak marah? Jiao Jiao kesal karena Shu Qi mencuri idenya. Mana bisa dia
tidur. Bi He heran, kenapa juga dia merasa terlalu tertekan? Bukankah
orangtua-nya sudah membayar uang gadainya? Harusnya kan sudah happy ending. Kenapa
juga dia tak bisa tidur?
Jiao
Jiao juga berpikiran begitu pada awalnya. Dia ingin berlibur ke Jepang setelah
gadainya dilunasi. Tapi dia malah pusing memikirkan kalau mungkin seseorang
akan berada diatasnya selama dia pergi. Dia tak bisa tidur karena itu dan
semangatnya pun menurun.
Bi
He sudah bisa tahu kalau Jiao Jiao sedang punya mood buruk. Dia kan sahabatnya.
Jiao Jiao dengan manis menggandeng tangan Bi He dan meminta bantuannya. Bi He
luluh, katakan apa yang bisa ia bantu.
“Wakil
Presdir dan tim marketing sedang ada proyek besar. Aku tanpa sengaja
mendengarnya. Cari tahu soal itu. aku
ingin meningkatkan performaku. Aku mohon.”
“Bukan
masalah. Aku akan membantu.” Kontan Jiao Jiao berusah semangat. Go Jo Jo Lin!
Semangat! Semangat!
Jiao
Jiao sudah pulang dan mengerjakan pekerjaannya di kamar. Tapi dari ruang
apartemen diatasnya terdengar suara ribut-ribut gaje. Jiao Jiao berteriak
menyuruh penghuni lantai atas untuk diam.
Bibi
Jian masuk ke kamar Jiao Jiao memberikan benang merah yang ia dapatkan. Jiao
Jiao meletakkan benang itu di figura yang memajang fotonya dan ayah. Bibi Jian
terharu, dia memegang tangan Jiao Jiao.
Dia
sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Saat masih muda, Bibi Jian dan
Ayah Jiao Jiao putus dengan mudahnya. Beruntungnya, Ibu Jiao Jiao melahirkan
Jiao Jiao demi ayahnya. Jiao Jiao sedih, ibunya meninggal begitu cepat hingga
ia tak mengingatnya.
“Chun
Jiao, dengarkan nasehatku. Kau membutuhkan teman hidup.”
Jiao
Jiao menganggap kalau Bibi Jian dan adik adalah teman hidupnya. Bibi Jian
menggeleng, itu tidaklah sama. Dia harus menemukan pria yang menyayanginya.
Jiao Jiao mencarikan suasana dengan meminta Bibi Jian membiarkannya bekerja
sedikit lebih lama. Dia ingin mempunyai rumah keduanya.
“Kenapa
seorang wanita harus mengembangkan profesinya? Menikah saja dengan Presdir. Kau
akan punya rumah, mobil dan anak.”
“Itukan
cuma ada di novel, komik dan drama.”
Jiao
Jiao merebahkan dirinya di ranjang. Tapi lagi-lagi suara berisik dari lantai
atas kembali terdengar. Jiao Jiao pusing sendiri dan memutuskan untuk
melanjutkan pekerjaan. Suara berisik itu tak berhenti, ini membuatnya
benar-benar terusik dan tak bisa berkosentrasi.
Dia
pun memutuskan untuk menemui tetangganya itu. Dia menyalahkan lampu di depan
apartemen tetangga lantai atasnya itu. Lampu disana berkelap-kelip, suasana
seketika menjadi horor.
Tangan
Jiao Jiao gemetaran. Namun ia memutuskan untuk tetap menekan bel rumahnya. Tak
ada jawaban, Jiao Jiao geregetan dan menggedor-gedor pintunya dengan keras. Pintu
terbuka dengan tiba-tiba. Jiao Jiao yang tak siap pun akhirnya terjatuh dan
masuk ke apartemen si tetangga.
Namun
suasana didalam apartemen itu makin horor dengan banyaknya kelereng yang
berceceran di lantai. Dan.. seorang pria berhoodie hitam muncul dari balik
tembok. Jiao Jiao berbalik dengan secepat kilat.
Pria berhoodi
hitam menghampirinya dan mengikatnya di kursi. Jiao Jiao ngeri melihat pria itu
mengambil pisau dan garpu menghampirinya. Ia pun bergidik ngeri dan mulai
jejeritan gaje.. dan ternyata itu cuma bayangannya saja.
“Ada
apa?” tanya si pria ber-hoodie.
Bukan
apa-apa, jawab Jiao Jiao dengan senyum yang dibuat-buat. Ia pun reflek berlari
menuju kearah pintu untuk kabur. Namun si pria berhoodie malah melemparkan tisu
padanya dan menyuruh dia mengelap gagang pintunya. Jiao Jiao menuruti perintah
si pria berhoodie dan bergegas kabur secepat mungkin.
Begitu
masuk ke apartemennya, dia dikagetkan dengan sosok mengerikan yang terkapar di
sofa. Jiao Jiao kembali jejeritan tak karuan. Tapi begitu lampu ruangan
dinyalahan, sosok mengerikan itu adalah Bibi Jian dan Adik tirinya.
Bibi
Jian heran karena Jiao Jiao berteriak begitu seperti melihat hantu, bukannya
dia sudah biasa melihatnya menggunakan masker. Jiao Jiao bukannya takut karena
melihat hantu, tapi dia baru saja bertemu orang aneh.
“Orang
aneh?”
Iya.
Jiao Jiao mengeluh karena penghuni lantai atas berisik karena terus melemparkan
kelereng. Makanya dia naik ke lantai atas. Tapi orang aneh itu malah mematikan
semua lampu di apartemennya.
Bibi
Jian rasa itu adalah hal yang wajah. Ini kan sudah malam, pantas kalau dia
mematikan lampu dan bersiap untuk istirahat. Adik Tiri Jiao Jiao membenarkan,
dia kalau lagi dapet seringnya tidak sabaran.
Jiao
Jiao tak terima dikatai begitu dan bersiap menyerangnya. Bibi Jian menenangkan
putri tirinya itu, masuk saja ke kamar, nanti dia siapkan sup kacang merah
untuknya.
Jiao
Jiao kembali merebahkan dirinya di kasur. Dia masih memikirkan ucapan Adiknya
yang mengatakan kalau dia tak sabaran. Apa memang dia tak sabaran?
Jangan-jangan dia mau menopause?
Tidak
mungkin, Jiao Jiao menggeleng. Dia kan masih 29 tahun 9 bulan.
Jiao
Jiao mengambil buku yang disimpannya di laci nakas. Ia bersiap membukanya.
Tapi.. tidak boleh. Dia sudah putus sangat lama. Ia meyakinkan dirinya untuk
tidak memikirkan soal pria. Dia harus bekerja keras dengan karirnya.
Dirinya
adalah pangerannya. Jiao Jiao terbelalak melihat jam sudah menunjukkan pukul 11
malam. Dia harus cepat tidur.
Rapat
esok paginya, Tim 2 yang diketuai Shu Qi menunjukkan laporan mereka kuarter ini.
Tim mereka mempunyai target kenaikan 3% dan berhasil melampauinya. Mereka punya
target 5% untuk kuartal depan karena mereka berhasil memenangkan proyek Grandz.
Shu Qi dengan sinis mengucapkan terimakasih pada Tim 1 yang menjadi pondasi keberhasilan
tim-nya.
Jiao
Jiao terperangah melihat hasil Tim 2. Giliran dia menunjukkan laporannya.
Tim-nya mengalami kenaikan sebesar 3%. Untuk target kuarter depannya, mereka
akan menarget... Anggota Tim 1 berbisik-bisik ngeri. Bi He menunjukkan jari
telunjuknya. Jiao Jiao yang kebingungan keceplosan “20%?”.
Wakil
Presdir terperangah tak percaya, dia pun memberikan tepuk tangan atas ambisi
Jiao Jiao. Sementara Shu Qi, dia hanya bisa menelan ludah mendengar target Jiao
Jiao yang super tinggi.
Seusai
rapat, Wakil Presdir memuji-muji Jiao Jiao. Jiao Jiao sendiri cuma bisa
cengengesan bimbang. Setelah Wakil Presdir pergi, Shu Qi menghampirinya,
bagaimana kalau dia tak berhasil mendapat 20%?
Jiao
Jiao memastikan kalau tim-nya bisa mengungguli tim Shu Qi. Kalau dia tak
berhasil, maka dia bersedia menjadi asistennya. Dia akan membelikannya LV,
membuat janji botox, membelikan makan siang. Dia akan melakukan apapun
untuknya.
“Baik,
aku merekamnya.” Shu Qi menunjukkan ponselnya yang tengah merekam pembicaraan
mereka “lakukan apa yang sudah kau katakan. Ayo kita lihat saja.”
Bi
He menemui Jiao Jiao, dia memarahinya yang sudah membuat target begitu tinggi.
Jiao Jiao pikir tadi Bi He yang memberikan kode telunjuk, dia kira supaya ia menaikan
target setinggi mungkin.
Bi
He geregetan. Telunjuknya maksudnya supaya dia menaikkan 1%, jadi harusnya dia
bilang targetnya itu 6%. Jiao Jiao pasrah, dia sudah terlanjur mengatakannya.
Yang ia bisa sekarang hanyalah bekerja segiat mungkin.
Saat
istirahat, Bi He menempelkan kertas bertuliskan kontak GM Hotel Fu Rong. Itu adalah proyek besar
yang tengah mereka bicarakan dan sudah dalam tahap pendiskusian harga. Bi He
pikir Wakil Presdir ingin memberikan proyek itu pada Shu Qi. Tapi Jiao Jiao tau
apa yang harus ia lakukan, ‘kan?
Jiao
Jiao mengangguk. Bi He memperingatkan kalau GM Hotel Fu Rong itu katanya susah
diajak untuk membuat kesepakatan.
Jiao
Jiao masuk ke kantor Hotel Fu Rong menggunakan pakaian yang agak terbuka. Shu
Qi menegurnya, ada apa dia disana? Apa dia sedang bermain cosplay? Dia tak akan
bisa bertemu dengan GM disana.
Jiao
Jiao mendesis heran, memangnya kenapa? Daripada Shu Qi yang berpakaian seragam
yang sok polos. Dia mau mengundang lolicon atau apa?
Shu
Qi menekankan kalau GM Hotel Fu Rong tak akan mungkin menemui Jiao Jiao. Dia
tak akan tertarik dengan penampilannya yang terbuka begitu. Kalau mau bekerja
sama dengannya memang membutuhkan otak.
Jiao
Jiao berlagak sok pede meskipun agak malu juga dengan pakaian begitu. Dia menunjuk
Shu Qi yang tak punya otak. Shu Qi santai, kalau memang punya kesempatan, dia
akan menunjukkan kemampuan otaknya. Ia pun berjalan mendahului Jiao Jiao untuk
menemui GM Hotel Fu Rong.
Jiao
Jiao perlahan berjalan menuju ke meja lobi saat Shu Qi sudah pergi. Dia meraih
taplak mejanya kemudian kabur ke toilet. Ia berusaha menggunakan taplak meja
itu untuk menutupi belahan dadanya.
Saat
itu pulalah, dia mendengar ada karyawan disana yang bergosip tentang GM Lin
yang katanya membenci pria. Dia kejam. Bahkan tadi ada peserta wawancara yang
menangis karenanya.
Jiao
Jiao menggunakan taplak mejanya sebagai syal. Dia kemudian mendatangi
resepsionis dan meminta izin bertemu GM Lin. Tapi resepsionis langsung
menolaknya, mereka hanya menerima peserta wawancara pria. Jiao Jiao berusaha
memohon tapi resepsionis menolak dengan tegas.
Bertepatan
saat itu, ada seorang peserta wawancara yang keluar dari ruang wawancara sambil
marah-marah. Jiao Jiao menggunakan kesempatan itu untuk menerobos. Namus resepsionis
menghadangnya, kan sudah dibilang kalau mereka cuma menerima peserta pria.
Jiao
Jiao memohon, sebenarnya ‘itunya’ dia bukan cewek. Kekekeke. Si Resepsionis tak
mengacuhkan ucapannya dan tetap menghalangi jalannya.
Sementara
itu, peserta wawancara barusan masih terus ngomel-ngomel dan dia sengaja
membakar kertas lamaran kerjanya lalu menaruhnya ke tempat sampah. Asap mengepul.
Alarm berbunyi.
Semua
orang panik. Jiao Jiao bergegas mengambil air mineral dan menyiram tong
sampahnya lalu berusaha mengejar peserta wawancara yang membakar kertas dengan
sengaja. Dia berhasil menangkap pria itu kemudian memelintir tangannya.
Tak
lama kemudian, Pak Satpam datang untuk mengamankan si pembuat ulah. Seseorang menghampiri
Jiao Jiao memberikan sapu tangan. Jiao Jiao terperangah melihat pria yang
berada dihadapannya.
“Apa
ada sesuatu diwajahku?”
Jiao
Jiao mengatakan kalau wajah pria itu sangat mirip dengan ayahnya. Benarkah?
Pria itu memuji kemampuan Jiao Jiao, ayahnya pasti sudah membesarkannya dengan
baik. Jiao Jiao tersenyum, kemampuan Ge Ge juga bagus.
Pria
itu mengiyakan, dia berlatih saat militer. Ngomong-ngomong, ada keperluan apa
disana?
Jiao
Jiao menunjuk ke ruang wawancara. Pria dihadapannya pun mengangguk. Namun belum
sempat ngobrol lebih banyak, pria dihadapannya, Tuan Ma Ke Wang sudah di
panggil oleh seorang karyawan.
Begitu
Tuan Ma Ke Wang pergi, Jiao Jiao melipir masuk ke ruang wawancara. GM Lin Yi
Sheng duduk dikursi memunggunginya. Tanpa basa-basi, pria itu menyuruhnya untuk
menyebutkan nama, pengalaman kerja, dan ekspektasinya pada perusahaan.
“Lin
Chun Jiao. Kalau dihitung sejak kerja dan kuliah, aku sudah punya pengalaman 12
tahun. Harapanku adalah agar pihak hotel mengganti semua peralatannya.”
Yi
Sheng berbalik. Jiao Jiao mendelik kaget, dia ingat betul kalau pria itu adalah
pria berhoodie misterius. Dia gelagapan dan buru-buru meletakkan kartu nama
serta katalog perusahaan. Bertepatan saat itu pula, Si Resepsionis masuk ke
ruang interview dan menyuruh Jiao Jiao keluar.
Yi
Sheng membaca kartu nama Jiao Jiao dengan serius, “Kau lulus.”
Jiao
Jiao lega mendengarnya.
Ahaha.. kocak di tunggu kelanjutannya 😃😃
BalasHapusKeren... lucu.. ditunggu sinopsis lanjutannya
BalasHapusPart awal asli kocak banget, masa doa ke Dewa permintaannya ribet kayak gitu? Lol
BalasHapusOh iya, drama sebelum Jojo juga bawa2 Tony Leung loh.
~dora~